Ironi One Direction *
Beredar berita di media infotainment beberapa hari lalu menyebutkan bahwa One Direction sebuah boy band asal Inggris Irlandia yang dikenal dengan sebutan 1D (baca: wandi) itu batal manggung di GBK Jakarta lantaran promotor tidak mengantongi ijin dari kepolisian. Konon kabarnya group band ini terkenal ke seantero dunia lewat album-albumnya yang sangat sukses berkat kekuatan media sosial. Lebih lanjut tentang boy band ini dapat dengan mudah diketahui kiprah perjalanan karirnya di media musik dan hiburan. 1D menjadi menarik untuk ditelisik guna memaknai one direction di musim capres saat ini.
Ilmu manajemen yang saya ketahui mengajarkan
bahwa 1D merupakan unsur penting dari tercapainya tujuan besar organisasi. Karena
1D merupakan perwujudan ungkapan petunjuk
arah yang harus diikuti, menggambarkan mahsud tertibnya kesatuan langkah atau
tindakan dari para anak buah, anggota sebuah organisasi, grup, atau partai, guna
mencapai tujuan. Di dalam organisasi formal
seperti organisasi bisnis maupun sosial atau organisasi politik, wujud tertulis
dari 1D bisa berupa instruksi atau pedoman kerja, keputusan rapat, bahkan di dalam code of conduct serta visi dan misipun
terselip direction. Sementara itu dalam bentuk lisan, 1D berwujud
sebagai perintah atasan, teguran, peringatan yang disampaikan secara lisan.
1D bukan semata-mata monopoli manusia, karena
di dunia binatangpun ada perilaku yang menyerupainya. Adalah sekawanan semut berbaris hilir mudik, jika
kita perhatikan di situ terlihat ketaatan mereka pada 1D. Mereka berjalan di
lintasan yang sama menggotong makanan menuju ke tempat yang sudah tertentu, bolak
balik sampai sumber makanan habis atau hanya akan berhenti jika ada pengganggu
yang menghalanginya. Lihatlah contoh lain,
sekawanan bebek bergerak maju yang mana gerombolan bebek ini belok ke kiri dan
ke kanannya mengikuti langkah bebek yang paling depan. Kita tidak pernah melihat seekor semut dihukum
rame-rame gara-gara tidak mengikuti 1D. Karena memang tidak ada seekor semut
yang mbalelo melanggar komitmen
misalnya, tidak ada semut yang keluar barisan menggotong makanan untuk disimpan
demi kepentingan perutnya sendiri alias korupsi. Kita pun tidak pernah melihat
bebek berhenti di tengah jalan gara-gara ingin menyosor cacing yang ditemui di perjalanan,
kalaupun ini dilakukannya pasti akan mengganggu bebek lain yang ada di
belakangnya. Demikian pula dengan
binatang-binatang lain yang sudah terlatih seperti anjing dan burung, mereka
senantiasa patuh setia atas instruksi tuannya.
Para semut dan bebek telah mereduksi keinginan pribadinya meleburkan
diri ke dalam kepentingan bersama yang lebih besar. Mereka percaya kepada
pimpinannya. Mereka bertindak dan terus
bertindak mengikuti 1D. Sungguh sebuah pendidikan 1D yang sangat efektif yang
sarat pelajaran di dalamnya.
Namun apa yang tengah terjadi di masa capres
saat ini ? Manakala forum tertinggi partai memutuskan agar semua kadernya
bergerak ke capres tertentu, ternyata diantara mereka ada anggota, atau bahkan
unsur petingginya sendiri melenceng bergerak ke capres yang lain demi
kepentingan tertentu. “Penyelewengan” 1D ini dipertontonkan oleh para individu
yang direpresentasikan sebagai tokoh yang kemudian menjadi hal yang dianggap “biasa”
karena banyak landasan argumentasi yang disampaikannya. Di tempat lain ada juga
petinggi partai yang saking demokratisnya menyampaikan 1D kepada para kadernya
untuk bebas memilih menjadi pendukung capres manapun. Andai capresnya banyak,
maka tercerai berailah para kadernya.
Tidak hanya di GBK One Direction batal pentas, di panggung politikpun one direction tidak muncul. Itulah barangkali bedanya antara binatang
seperti semut dan bebek dengan manusia. Manusia dibekali akal untuk berfikir
menentukan pilihan, kemudian mengambil
tindakan, namun acap kali di dalam proses menentukan pilihannya itu
dikacaukannya sendiri lantaran sifat ingin berkuasa dan takut dikuasai. Manusia memang bukan binatang. Manusiapun
bukan malaikat. Namun melalui alam, Yang
Maha Kuasa telah memberi banyak pelajaran pada kita tentang arti penting kesatuan
komando, ketaatan pada pimpinan, satunya irama langkah maju, pentingnya menjaga
komitmen serta perilaku terpuji lainnya.
Hari-hari ini bangsa kita sedang berproses menunggu
lahirnya pemimpin negara dan bangsa. Pemimpin bangsa yang mampu membuat kita bergelora
bangkit bergerak mewujudkan diri sebagai bangsa Indonesia yang gagah dan
disegani karena bangsa yang besar, beradab, pintar dan kaya. Pemimpin negara yang dengan directionnya mampu “memaksa” pemimpin2 tingkat
daerah agar menyediakan fasilitas pendidikan yang mudah diakses oleh seluruh
rakyat dimanapun mereka tinggal, tersedianya fasilitas kesehatan dan sosial
yang sangat terjangkau di seluruh pelosok tanah air, tersedianya infrastruktur
yang memudahkan mobilitas warganya. Pemimpin negara yang melindungi kepentingan
rakyat dan bangsa dalam bidang kedaulatan ekonomi, pengelolaan yang benar atas
sumber daya alam, tambang, mineral, terjaganya pertahanan dan keamanan kesatuan
wilayah darat, laut dan udara sehingga tidak ada negara lain yang berani
memprovokasi separatisme, batas wilayah atau merongrong kebudayaan daerah.
Pemimpin yang ditunggu adalah pemimpin yang
bergerak bukan karena disuruh pemilik partainya namun pemimpin yang memiliki passionnya sendiri dengan direction yang mampu “menyihir” rakyat bangkit bersemangat membangun diri. Pemimpin dengan direction yang muncul dari kemurnian
niat mulia sang pemimpin didasari atas luasnya pengetahuan dan jaringan kerjasama
elemen bangsa dalam negeri maupun mitra-mitra luar negeri serta siap
mempertanggungjawabkannya sehingga lugas, tegas, dan pratriotis. Bukan
pemimpin “kebut semalam” bak mahasiswa, baru semalam belajarnya untuk ujian
esok hari. Di tangan pemimpin yang terpilih nanti diletakkan segala macam perangkat
dan kekuasaan sebagai bekal mewujudkan cita-cita bangsa. Oleh karenanya, siapapun
pemimpin yang terpilih nanti adalah merupakan cerminan dari karakteristik pemilihnya: kecerdasannya,
wawasannya, moralitasnya. Maka jangan salahkan pemimpin jika ternyata nanti
tidak memiliki one direction yang
kuat karena pemilihnya sendiri ikut andil atas kesalahan itu. Untuk itu, kini
saatnya kita menjadi pemilih yang cerdas
bukan pemilih yang hanya mengutamakan citarasa, sebab inilah waktunya kita menjadi bangsa yang besar. ... Siap !!!
(ss)
* 2014-06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar