Outsourcing is (not) bad word ?
Apakah outsourcing seburuk yang dipersangkakan.?
Apakah buruh akan sejahtera jika tanpa outsourcing.?
Bagaimana pengusaha dan buruh saling bersahabat dalam outsourcing ?.
Bagaimana pemerintah berperan agar praktik outsourcing bermartabat ?
Apakah buruh akan sejahtera jika tanpa outsourcing.?
Bagaimana pengusaha dan buruh saling bersahabat dalam outsourcing ?.
Bagaimana pemerintah berperan agar praktik outsourcing bermartabat ?
Hari-hari ini sorot mata
masyarakat tertuju pada JIS sebuah sekolah swasta berlabel internasional di
Jakarta, disana ada pegawai outsourcing yang saat ini sedang diperiksa polisi
karena disangka telah melakukan tindakan asusila di dalam lingkungan sekolah
yang security-nya superketat untuk ukuran sebuah sekolah. Di lain tempat,
sekitar tiga tahun yang lalu juga santer diberitakan ada pegawai outsourcing
yang dipidana karena terbukti telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan
kepada nasabah pemegang kartu kredit bank asing terkenal. Ketika itu, semua
elemen masyarakat: politisi, birokrat, ahli hukum, pengusaha, angkat bicara. Peristiwa tersebut berujung
dengan penyempurnaan peraturan praktek outsourcing di perbankan yang
diterbitkan otoritas moneter BI. Kemenakertrans pun merespon dengan menerbitkan
permen tentang tatakelola bisnis outsourcing dan bidang apa saja yg boleh
di-outsource-kan.
Ketika dipilih sebagai sebuah strategi
bisnis, outsourcing bukan berarti tanpa resiko. Resiko bagi pengguna outsourcing seperti:
hilangnya kontrol proses produksi (untuk outsourcing pemborongan pekerjaan),
kepuasan konsumen menurun (seperti yg diderita pengelola JIS, para orangtua murid beraksi negatif) karena tidak
terjaganya kualitas produk penyelenggaraan pendidikan,
benturan budaya diantara pegawai, terjadi resistensi pegawai lama, keamanan
data tidak terjamin, dukungan internal manajemen yang minim. Sedangkan bagi
buruh outsourcing, resiko yang dihadapi
diantaranya: jenjang karir tidak tersedia, transfer pengetahuan yang rendah,
tidak adanya jaminan keberlanjutan kerja, program retensi tidak memadai (termasuk jika terjadi sangkaan tindak pidana di area kerja).
Benarkah outsourcing sebagai strategi bisnis layaknya obat penyembuh segala penyakit inefficiency proses
produksi, yang bisa digunakan kapan saja, dan dimana saja ?. Benarkah praktik outsourcing biang keladi merosotnya kesejahteraan buruh yang menyebabkan
sikap antipati mendalam ? Mengapa undang-undang dan peraturan menteri menjamin
legalitas operasionalnya? Bagaimana peran pekerja outsourcing menyikapi realita ini ?
Semua informasi, diskripsi, analisa serta alternatif solusi yang terkait
dengan pertanyaan tsb terdapat di dalam buku Manajemen
Strategi Outsourcing - Buruh Sejahtera Pengusaha Berjaya terbit akhir
April 2014 diterbitkan oleh Penerbit Halamanmoeka Jakarta. Buku ini dirujuk
dari banyak informasi yang bersumber pada beberapa media, dipadu dengan hasil
olah pengalaman saya selama hampir sepuluh tahun terbenam dalam praktik bisnis outsourcing.
Oleh karena itu isi buku ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak yang berminat pada: perlindungan tenaga kerja,, praktik outsourcing yang
bermartabat, dan peningkatan penyediaan lapangan kerja lewat offshore
outsourcing yang mampu
meningkatkan devisa negara. Untuk mendapatkan
buku dalam format hardcopy (tebal total 239 halaman, 15 x23cm), silahkan ke toko buku atau hubungi penulis di slametsoesanto@gmail.com atau WA-sms-call
081311166847