Senin, 21 April 2014

Pelajaran dari Kusir Delman


Pelajaran dari Kusir Delman *

Pernahkah anda naik delman? Moda transportasi yang satu ini sering dijumpai di objek wisata di dalam kota atau di daerah pedesaan.  Jalanan yang dilalui kadang mulus tapi sering juga tidak rata serta licin.   Jika kita perhatikan, delman punya tiga unsur penting yaitu kuda, kereta dan kusirnya. Tiga unsur tadi menyatu menjadi lebih penting dan menjadi penopang andalan untuk keberhasilan menapak mengantarkan penumpang sambil bersantai bagi wisatawan menikmati panorama alam dan melihat kehidupan masyarakat yang dilaluinya.  
Ibarat kusir delman kita semua bertanggungjawab mengendalikan kuda. Layaknya sebuah keinginan arah kuda dan tujuan yang hendak dicapai sangat tergantung dari kusirnya. Bagaimana tidak, di tangan kusirlah kuda dikendalikan kapan harus berlari dan kapan harus berhenti. Kuda akan tunduk pada tuannya. Di tangan kusir pula arah dan kecepatan kuda diatur. Bisa dibayangkan apa jadinya jika si kusir hilang kendali tidak mampu mengelola perilaku kudanya, ancaman bagi keselamatan penumpang dan diri kusir sendiri.
Demikian juga dengan keinginan. Keinginan atau cita-cita manusia adalah hidup dan harus selalu dihidupkan. Keinginan selalu menuntut tuannya untuk dipenuhi. Ketika satu keinginan sudah tercapai maka ketika itu pula manusia ingin yang lain lagi dan seterusnya dan seterusnya, bagai minum air laut tatkala haus menerpa semakin diminum semakin haus terasa.  Mengendalikan keinginan yang ada dalam diri sama dengan kusir mengendalikan kudanya. Di tangan kita sendiri kita mampu melecut atau mengerem keinginan tersebut. Mengendalikan diri berarti mengendalikan keinginan, ingin marah, ingin dipuji, ingin harta berlebih, ingin jabatan, ingin berkorban, ingin menolong, ingin berprestasi dsb. Apapun rintangannya, ketika keinginan luhur ada maka wajib untuk diperjuangkan tidak peduli resiko jalan licin atau berbatu. Sedikit manusia bersabar dalam menyikapi keinginan yang tidak terpenuhi, tetapi banyak pula mereka merasa kecewa, sakit hati, iri, dengki bahkan hasut.  Bila reaksi atas tidak terpenuhinya keinginan menimbulkan ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang kita rasakan, maka hampir bisa dipastikan hal ini merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Sebagian besar dari kita menganggap keinginan yang sudah lama kita idam-idamkan bila tidak tercapai ditanggapi sebagai sebuah kegagalan, bencana, aib.
Mungkin sudah banyak hal yang berhasil kita raih dengan perjuangan fisik, pikiran mengerahkan semua waktu, dan tenaga yang ada mengantarkan kita sebagai pemenang.  Tapi apakah kemenangan yang telah kita raih ini tanpa menimbulkan korban. Sadarkah kita bahwa semakin banyak keinginan semakin banyak pula kesempatan untuk kehilangan. Kehilangan adalah sebuah kepastian karena manusia memang tidak pernah memiliki apa pun dalam hidupnya. Apapun yang kita anggap milik kita hari ini, sesungguhnya adalah kepemilikan yang semu. Sehingga kita harus senantiasa berusaha menjadi pemenang dalam memperjuangkan keinginan tanpa harus ada yang terluka. Oleh karenanya pandai-pandailah mengendalikan keinginan, sebagaimana Ali bin Abi Thalib berkata berbahagialah orang yang berhasil menjadi tuan untuk dirinya, menjadi kusir untuk nafsunya dan menjadi kapten untuk bahtera hidupnya. Selamat menjalani ibadah shaum Ramadhan sebagai sarana pengendalian diri, You can be a victor without having victims.   (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar