Kamis, 24 Juli 2014

Sebut Aku Sang Pemenang

Sebut Aku Sang Pemenang *


Kemenangan merupakan istilah yang melekat pada momen keberhasilan sebuah pertandingan. Secara emosional kemenangan disertai perasaan bangga yang kuat, dan manusia sering melampiaskan dengan perilaku, gerakan dan pose tertentu. Layaknya pemain bola yang berhasil mencetak gol.  Di sana ada perasaan puas atas buah   usaha jerih payah revalitas, bersaing untuk menjadi pemenang. Demikian juga dengan individu manusia.

Di dalam setiap diri masing-masing kita ini ada perlombaan yang terjadi setiap hari.  Yang satu diwakili oleh pikiran dan logika satu lagi diwakili oleh perasaan dan hawa nafsu. Ajakan untuk mengejar prestasi melawan ajakan untuk bermalas-malasan. Keinginan berbuat baik bertarung dengan hasrat berbuat keji. Ketika hasrat berprestasi muncul dengan kuat, maka sifat malas menjadi sirna. Akan tetapi tanpa disiplin yang tinggi jangan berharap kemenangan akan menghampiri.

Lain halnya bila kemenangan diperoleh dengan cara-cara yang ditengarai adanya perilaku yang tidak sportif. yang kalah merasa dipecundangi melalui berbagai macam cara yang terang-terangan maupun yang tersembunyi

Semua dari kita berhak memiliki kehidupan yang berkelimpahan juga kita semua ingin dan menyukai banyak kesuksesan dalam kehidupan kita. Tetapi sedikit dari kita yang mau bersusahpayah berlatih dengan penuh kedisiplinan untuk meraih kemenangan. Dan sedikit pula yang bersedia membayar terlebih dulu kesuksesan yang kita idam-idamkan itu dengan mengeluarkan semua potensi, dan tenaga kita, mengorbankan sifat malas kita. Bangun lebih pagi dari yang lain, belajar lebih rajin, bekerja lebih giat, berempati dan beramal lebih banyak dari yang lain.  

Memang...., keadaan kita yang sekarang ini adalah hasil dari apa yang kita lakukan di masa lalu. Sekiranya kita anggap hari ini berhasil atau terpuruk maka tengoklah apa yang telah kita kerjakan selama ini, bagaimana kita melampaui waktu-waktu kita, seberapa gigih kita memperjuangkannya.

Sebulan kemarin mukminin berlatih mengendalikan diri, bukan sekedar belajar memahami arti lapar dan haus, menumbuhkan kepekaan sosial yang tinggi. Namun memberikan kesempatan bagi mukminin untuk kembali kepada fitrahnya, menjadi manusia yang merdeka. Bagi mereka yang bersungguh-sungguh dan berdisiplin di dalam latihan itu niscaya dia akan sukses menjadi sang Pemenang.

Tidak ada cara lain untuk meraih keunggulan kecuali melakukan sebuah tindakan mulia secara terus-menerus dengan penuh disiplin. Sang Pencipta, tidak membiarkan manusia tanpa daya untuk memperjuangkan kemenangan menghadapi kesulitan dan cita-citanya. Semuanya sudah terukur dengan ukuran yang pas, antara potensi yang dimiliki dengan tingkat kesulitan ujian yang bakal dihadapi.

Kita tidak pernah mengetahui seberapa besar sebenarnya potensi yang kita miliki saat ini hingga datangnya kemenangan menyelesaikan persoalan atau ujian. Manusia diperintahkan menjalani, dan senantiasa mau belajar karena salah satu kekuatan manusia adalah kemampuannya untuk belajar dan berlatih.  Andai hari ini kemenangan memihak kita, maka bersyukur dan bersiaplah, karena kompetisi belum berhenti dan ujian lain sedang menanti. Namun sekiranya saat ini terasa beban yang berat yang harus ditanggung, perlu diingat bahwa bukan beratnya beban yang harus dipikul tetapi bagaimana cara memikulnya. Maka janganlah berputus asa. Cukuplah Allah sebagai penolong untuk segala urusan.  Mengutip bait lagu Maher Zein Never  lose  hope ’cause   Allah   is always  by your side.  Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433H  mohon maaf atas khilaf kami, semoga kita semua menjadi Sang Pemenang dan menjadi manusia yang merdeka dari pengaruh budak keinginan tercela.  MERDEKA !! (ss)


* Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-08

Jumat, 04 Juli 2014

Stop Golput – Tegakkan Timbangan

Stop Golput – Tegakkan Timbangan*

Cobalah sekali waktu blusukan ke pasar tradisional dan membeli barang yang harus ditimbang kemudian perhatikan cara pedagang menyeimbangkan timbangan manualnya. Ketika berat timbangan mengarah ke timbel pemberat maka pedagang akan menambahkan volume barang yang dijual, sebaliknya ketika berat timbangan mengarah ke barang yang dijual, pedagang akan menguranginya sedikit demi sedikit sampai tercapai nilai “kesetimbangan” yang dianggapnya “pantas”. Demikian itu tidak lain adalah cara pedagang mencari titik kesetimbangan antara timbel pemberat dengan barang yang ditimbang.  Persoalan muncul ketika barang dagangan yang akan ditimbang berupa benda padat yang bentuknya tidak beraturan, maka untuk mendapatkan nilai kesetimbangan yang persis sempurna sangatlah sulit. Pembeli tidak mau jika bobot timbangan barang kurang begitupun penjual tidak bakal setuju jika arah timbanganya terlalu njomplang ke barang. Namun bagi penjual yang arif melebihkan sedikit timbangan ke arah barang dagangan bukanlah sebuah kerugian. Karena dari sana akan tersebar berita harum tentang si penjual itu timbangannya mantap, artinya pembeli memperoleh kelebihan atas timbangan barang yang dibelinya, pembeli tidak bakal dirugikan. Dan pelanggan baru akan banyak berdatangan.

Tanggal 9 Juli 2014 serentak di seluruh wilayah NKRI digelar acara akbar pemilihan langsung presiden dan wakilnya. Menentukan pilihan berarti memberikan hak suara, maka seketika itu pula sesungguhnya kita sedang memutuskan hasil proses penimbangan. Berbagai macam kriteria dari sisi normatif moralitas, intelektualitas, wawasan kebangsaan, hubungan internasional, rekam jejak, sosok fisik dlsb anggap saja sebagai timbel pemberat. Sedangkan kedua pasang capres merupakan materi yang akan ditimbang. Kadar elemen kriteria yang ditentukan di atas kita coba letakkan di atas timbangan, maka tidak selalu sama dimiliki oleh setiap pasangan capres. Bisa dikata bahwa kita sedang menimbang materi yang tidak beraturan. Disinilah saatnya kita ditantang untuk mencari nilai kesetimbangan antara kriteria yang kita punyai dengan profil setiap pasangan capres agar timbangan tegak.  Berbagai macam informasi positif maupun negatif bermunculan. Bagi pemilik hak suara yang sudah mantab dengan pilihannya, informasi tersebut justru memperkuat keyakinan atas pilihannya. Akan tetapi bagi mereka yang masih mengambang (swing voters), kondisi ini sangat rawan yang sanggup merubah nilai kriterianya yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan finalnya, bahkan tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi bingung, dan tidak menentukan pilihan sama sekali alias apatis, golput. Hari-hari ini, berbagai lembaga survey menyebutkan bahwa sekitar 78% WNI sudah menentukan pilihan siapa diantara dua pasang calon presiden dan wakilnya yang bakal dipilih nanti. Namun tidak kurang dari 22% yang berhak memilih belum menentukan sikap dan sedang menimbang-nimbang pasangan calon presiden dan wakilnya yang akan dipilih.

Kalau bukan kendala teknis seperti letak geografis, cuaca ekstrim misalnya, seharusnya golput itu bisa dihindari. Ketika semua aspek dasar dari kedua pasang capres sudah anda anggap terpenuhi, tetapi anda masih ragu, maka gilirannya gunakan mata hati anda, perhatikan dengan seksama serta fokus, tatap wajah, ekspresi kedua pasang capres ketika mereka berorasi, ataupun diwawancarai, ataupun ketika mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat atau acara debat. Anda pasti akan menemukan ketidakcocokan dalam sikap dan ekpresinya seperti sesekali suka mencuri pandang, cara berjalan yang tidak alami dlsb. Kemungkinan anda akan segera mendapatkan jawaban mana diantara dua pasang capres itu yang layak menjadi wakil bangsa untuk bertemu dengan pemimpin negara lain, berdiskusi, bernegosiasi dan menghadapi tantangan kemajuan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Andapun akan mendapatkan jawaban setangguh apa mereka mampu mengusahakan keselamatan, dan keamanan bangsa. Tentu saja setelah ditambah atau dikurangi dengan informasi positif atau negatif seperti yang dijelaskan di atas maka dari sosok pasangan capres itu akan diketahui nilai kesetimbangan capres yang paling mantap. Jangan serahkan kepemimpinan negara ini kepada orang suruhan pemilik partai, karena partai sekarang hanyalah representasi dari segelintir individu yang paling kuat di dalammnya. Ayo ! gunakan hak pilih anda,    Stop golput !!! (ss)


* 2014-07

Selasa, 03 Juni 2014

Ironi One Direction

Ironi One Direction *

Beredar berita di media infotainment beberapa hari lalu menyebutkan bahwa One Direction sebuah boy band asal Inggris Irlandia yang dikenal dengan sebutan 1D (baca: wandi) itu batal manggung di GBK Jakarta lantaran promotor tidak mengantongi ijin dari kepolisian.  Konon kabarnya group band ini terkenal ke seantero dunia lewat album-albumnya yang sangat sukses berkat kekuatan media sosial. Lebih lanjut tentang boy band ini dapat dengan mudah diketahui kiprah perjalanan karirnya di media musik dan hiburan.  1D menjadi menarik untuk ditelisik guna memaknai one direction di musim capres saat ini.

Ilmu manajemen yang saya ketahui mengajarkan bahwa 1D merupakan unsur penting dari tercapainya tujuan besar organisasi. Karena 1D  merupakan perwujudan ungkapan petunjuk arah yang harus diikuti, menggambarkan mahsud tertibnya kesatuan langkah atau tindakan dari para anak buah, anggota sebuah organisasi, grup, atau partai, guna mencapai tujuan.  Di dalam organisasi formal seperti organisasi bisnis maupun sosial atau organisasi politik, wujud tertulis dari 1D bisa berupa instruksi atau pedoman kerja,  keputusan rapat, bahkan di dalam code of conduct serta visi dan misipun terselip direction.  Sementara itu dalam bentuk lisan, 1D berwujud sebagai perintah atasan, teguran, peringatan yang disampaikan secara lisan.  

1D bukan semata-mata monopoli manusia, karena di dunia binatangpun ada perilaku yang menyerupainya.  Adalah sekawanan semut berbaris hilir mudik, jika kita perhatikan di situ terlihat ketaatan mereka pada 1D. Mereka berjalan di lintasan yang sama menggotong makanan menuju ke tempat yang sudah tertentu, bolak balik sampai sumber makanan habis atau hanya akan berhenti jika ada pengganggu yang menghalanginya.  Lihatlah contoh lain, sekawanan bebek bergerak maju yang mana gerombolan bebek ini belok ke kiri dan ke kanannya mengikuti langkah bebek yang paling depan.  Kita tidak pernah melihat seekor semut dihukum rame-rame gara-gara tidak mengikuti 1D. Karena memang tidak ada seekor semut yang mbalelo melanggar komitmen misalnya, tidak ada semut yang keluar barisan menggotong makanan untuk disimpan demi kepentingan perutnya sendiri alias korupsi. Kita pun tidak pernah melihat bebek berhenti di tengah jalan gara-gara ingin menyosor cacing yang ditemui di perjalanan, kalaupun ini dilakukannya pasti akan mengganggu bebek lain yang ada di belakangnya.  Demikian pula dengan binatang-binatang lain yang sudah terlatih seperti anjing dan burung, mereka senantiasa patuh setia atas instruksi tuannya.  Para semut dan bebek telah mereduksi keinginan pribadinya meleburkan diri ke dalam kepentingan bersama yang lebih besar. Mereka percaya kepada pimpinannya.  Mereka bertindak dan terus bertindak mengikuti 1D. Sungguh sebuah pendidikan 1D yang sangat efektif yang sarat pelajaran di dalamnya.

Namun apa yang tengah terjadi di masa capres saat ini ? Manakala forum tertinggi partai memutuskan agar semua kadernya bergerak ke capres tertentu, ternyata diantara mereka ada anggota, atau bahkan unsur petingginya sendiri melenceng bergerak ke capres yang lain demi kepentingan tertentu. “Penyelewengan” 1D ini dipertontonkan oleh para individu yang direpresentasikan sebagai tokoh yang kemudian menjadi hal yang dianggap “biasa” karena banyak landasan argumentasi yang disampaikannya. Di tempat lain ada juga petinggi partai yang saking demokratisnya menyampaikan 1D kepada para kadernya untuk bebas memilih menjadi pendukung capres manapun. Andai capresnya banyak, maka tercerai berailah para kadernya.

Tidak hanya di GBK One Direction batal pentas, di panggung politikpun one direction tidak muncul.  Itulah barangkali bedanya antara binatang seperti semut dan bebek dengan manusia. Manusia dibekali akal untuk berfikir menentukan pilihan,  kemudian mengambil tindakan, namun acap kali di dalam proses menentukan pilihannya itu dikacaukannya sendiri lantaran sifat ingin berkuasa dan takut dikuasai. Manusia memang bukan binatang. Manusiapun bukan malaikat.  Namun melalui alam, Yang Maha Kuasa telah memberi banyak pelajaran pada kita tentang arti penting kesatuan komando, ketaatan pada pimpinan, satunya irama langkah maju, pentingnya menjaga komitmen serta perilaku terpuji lainnya.

Hari-hari ini bangsa kita sedang berproses menunggu lahirnya pemimpin negara dan bangsa.  Pemimpin bangsa yang mampu membuat kita bergelora bangkit bergerak mewujudkan diri sebagai bangsa Indonesia yang gagah dan disegani karena bangsa yang besar, beradab, pintar dan kaya.  Pemimpin negara yang dengan directionnya mampu “memaksa” pemimpin2 tingkat daerah agar menyediakan fasilitas pendidikan yang mudah diakses oleh seluruh rakyat dimanapun mereka tinggal, tersedianya fasilitas kesehatan dan sosial yang sangat terjangkau di seluruh pelosok tanah air, tersedianya infrastruktur yang memudahkan mobilitas warganya. Pemimpin negara yang melindungi kepentingan rakyat dan bangsa dalam bidang kedaulatan ekonomi, pengelolaan yang benar atas sumber daya alam, tambang, mineral, terjaganya pertahanan dan keamanan kesatuan wilayah darat, laut dan udara sehingga tidak ada negara lain yang berani memprovokasi separatisme, batas wilayah atau merongrong kebudayaan daerah.

Pemimpin yang ditunggu adalah pemimpin yang bergerak bukan karena disuruh pemilik partainya namun pemimpin yang memiliki passionnya sendiri dengan direction yang  mampu “menyihir” rakyat  bangkit  bersemangat membangun diri. Pemimpin dengan direction yang muncul dari kemurnian niat mulia sang pemimpin didasari atas luasnya pengetahuan dan jaringan kerjasama elemen bangsa dalam negeri maupun mitra-mitra luar negeri serta siap mempertanggungjawabkannya sehingga lugas, tegas, dan pratriotis. Bukan pemimpin “kebut semalam” bak mahasiswa, baru semalam belajarnya untuk ujian esok hari. Di tangan pemimpin yang terpilih nanti diletakkan segala macam perangkat dan kekuasaan sebagai bekal mewujudkan cita-cita bangsa. Oleh karenanya, siapapun pemimpin yang terpilih nanti adalah merupakan cerminan  dari karakteristik pemilihnya: kecerdasannya, wawasannya, moralitasnya. Maka jangan salahkan pemimpin jika ternyata nanti tidak memiliki one direction yang kuat karena pemilihnya sendiri ikut andil atas kesalahan itu. Untuk itu, kini saatnya kita menjadi pemilih yang  cerdas bukan pemilih yang hanya mengutamakan citarasa, sebab inilah waktunya  kita menjadi bangsa yang besar.  ...   Siap !!!  (ss)


* 2014-06

Jumat, 16 Mei 2014

Menjaga Jaring Laba-Laba

Menjaga Jaring Laba-Laba *


Teringatlah kita pada jaring laba-laba: lembut, sensitif tetapi kuat bisa jadi merupakan struktur alam “buatan” hewan yang paling cantik dan ekstra ruwet rangkaiannya. Laba-laba membangunnya selangkah demi selangkah sebagai bagian perlindungan diri dari predator sekaligus sebagai alat perangkap mangsa.  Jika diperhatikan dengan seksama laba-laba merangkai jaringnya, tertata apik dengan pola konfigurari yang kompleks, dan berestetika. Membuktikan bahwa sang Maha Pencipta laba-laba adalah desainer alam terbaik di jagad raya.  Ketika salah satu bagian dari jaringnya tersentuh oleh sesuatu, laba-laba segera mendekat menghampiri sumber getaran, dimikianlah semisal seharusnya empati itu ada dalam diri manusia

Peristiwa demi peristiwa bukanlah sesuatu yang boleh dianggap sebagai rutinitas biasa. Mari kita perhatikan lingkungan mulai dari lingkungan terkecil kita yaitu orang-orang yang setiap hari kita temui: rekan kerja, suami, istri, anak, saudara, tetangga, atau orang tua kita. Setiap orang memiliki kepekaan yang berbeda terhadap fenomena sosial yang ada di sekitarnya. Bagi kita yang memiliki kepekaan empati seperti jaring laba-laba maka sentuhan halus dari lingkungan sekeliling kita segera akan membangkitkan respon bagi kita untuk bertindak.  Tanpa kita sadari, setiap manusia mengirimkan gelombang elektromagnetik dan energi panas ke lingkungannya. Gelombang magnetik ini menimbulkan vibrasi yang akan menggetarkan jaring-jaring empati manusia lainnya, sehingga antar manusia akan terjadi peristiwa yang saling menggetarkan. Seberapa besar daya tangkap diri manusia terhadap vibrasi dari manusia lainnya sangat tergantung dengan “status” perasaannya. Melalui pengolahan jiwa terus-menerus seseorang bisa mengenal ‘status’ perasaannya sendiri, lalu kuat berempati dan kemudian memanfaatkan emosinya untuk kebaikan kehidupan sosial di lingkukan kerja setiap hari.

Belajar merasakan sama pentingnya dengan belajar bertindak. Berempati merupakan proses pikir dan proses rasa yang secara utuh terlibat di dalam diri seseorang. Di dalam empati terkandung dua sisi, yaitu sisi aktif sebagai upaya “masuk” ke dalam orang lain dan sisi pasif merupakan refleksi atau penilaian orang lain atas diri kita. Hidup di lingkungan kerja berarti harus siap terus menerus menghadapi situasi yang dilematis yang melibatkan logika dan perasaan sendiri berhadapan dengan logika kolektif perusahaan manakala suatu persolan harus dipecahkan. Disinilah pintu masuk timbulnya segala macam resiko perbedaan kesimpulan, rasa, bahkan kemungkinan berujung pada konflik. Karena pada dasarnya manusia secara individu sangat ingin melindungi minat dan kepentingannya.

Layaknya jaring laba-laba, meskipun benang-benang halus empati setiap orang berbeda, tidak usah menunggu sampai jaring-jaring terkoyak, namun justru sebaliknya, orang yang memiliki kepekaan empati baru tersentuh sedikit saja dapat segera tersadar akan kejadian di sekitarnya.  Jika seseorang semakin jujur dengan apa yang dirasakan maka akan semakin terbuka jalan yang dicari karena semakin mengetahui passion nya sendiri.

Di dunia kerja setiap orang memiliki difinisi sukses berkarir sendiri-sendiri. Penetapan sukses tanpa empati merupakan pilihan terburuk dalam menjalani profesi. Kerja keras pasti akan membawa hasil baik, akan tetapi hasil baik yang diraih tanpa empati hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tidak akan meninggalkan bekas yang berarti, kemudian pada saatnya akan menguap sirna entah kemana pergi... (ss)


* Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-09

Selasa, 13 Mei 2014

People Development

People Development *

Saudara sekalian, ketika kita hendak pergi bekerja kita selalu berdandan, merapikan diri yang demikian karena kita ingin dilihat orang lain seperti apa kita hari ini dan ini berlangsung setiap hari sepanjang waktu. Banyak lagi contoh aktifitas sejenis lainnya dimana disadari atau tidak kita telah melakukan usaha-usaha “memperbaiki” diri.  Dengan scope yang lebih luas maka akan mudah dimengerti  bahwa  upaya “memperbaiki” dan memajukan diri melalui pendidikan formal dan pelatihan, kemudian memobilisasinya dalam rangka mencapai hasil yang diinginkan tidak lain adalah masuk dalam pengertian people development.  

Saudara sekalian, dari sisi karyawan, people development berarti bertambahnya skill dan pengetahuan dan erat sekali dengan rencana karir di waktu mendatang dan seringkali berimplikasi pada income.  Sedangkan dari kacamata supervisor people development berarti mengembangkan anak buah, secara terstruktur dan terencana memastikan bahwa setiap orang faham apa yang dilakukan oleh organisasi selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk pendelegasian tugas dan tanggung jawab untuk memotivasi mereka menuju jenjang yang lebih tinggi atau wewenang yang lebih luas.

Saudara sekalian, memahami pengertian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa diri sendiri kitalah yang paling berperan di dalam people development apapun jabatan dan posisi kerja saat ini. Kita bisa mulai dari  pertanyaan seperti, Apakah saya tahu bagaimana performa pekerjaan saya ? Apakah saya tahu kontribusi saya dan apa hasil yang diharapkan ? Apa yg dilakukan oleh teman-teman kantor saya ? Apakah saya mempercayai orang-orang yg bekerja dengan saya ? Apakah saya tahu kelebihan mereka ?  Apakah saya tahu kelemahan saya dibanding dengan teman-teman saya ? Dari jawaban tersebut kita memperoleh potret diri dalam bingkai organisasi perusahaan, selanjutnya bisa disusun rencana program pengembangannya.  Biasakan diri kita untuk melakukan exercise segala pencapaian yang kita peroleh pada saat ini agar semakin sadar dimana posisi kita dan kita akan selalu maju dibanding dengan yang lainnya.

Saudara sekalian, seberapa besar usaha anda untuk berkembang, waktu adalah aset yang paling berharga, dan income anda berhubungan langsung dengan bagaimana anda menggunakan waktu anda.  Keuntungan atau pun kerugian manusia banyak ditentukan oleh sikapnya terhadap waktu. Semakin besar usaha anda untuk mengembangkan diri semakin terbuka luas jalan meniti jenjang karir profesional anda tanpa ada yang mampu membatasinya.  
It's easy if you try, above us only sky. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-04

Jumat, 09 Mei 2014

Mei 1988 - Catatan ku

Mei 1988 – Catatan ku

Pagi ini saya menemukan buku kecil agenda kerja saya terselip diantara arsip-arsip lama, lembar demi lembar saya buka catatan-catatan saya di buku itu. Ada dua rangkaian tulisan, yang pertama adalah tulisan yang mengingatkan saya bagaimana pikiran dan perasaan saya pada hari Selasa 5 Mei 1988 satu minggu sebelum tragedi penembakan empat orang mahasiswa Trisakti meninggal dunia, memicu kerusuhan yang meluas menjadi amuk massa, pembakaran, penjarahan, pemerkosaan, penangkapan dan penculikan aktivis.    Hari hari ketika itu suasana lingkungan terasa pengap, ada rasa was-was setiap saat akan pergi ke tempat kerja. Pemutusan hubungan kerja telah terjadi, jumlah penganggur semakin banyak, harga barang kebutuhan pokok merangkak naik, nilai rupiah makin hari makin meluncur ke bawah, para birokrat mengobral retorika, perasaan tidak percaya pada pemerintah semakin memuncak,  suara-suara bernada iri hati, dengki pada orang kaya merebak terdengar dari mulut orang di terminal, stasiun, angkot, warung,  bahkan di kantor-kantor, para buruh turun ke jalan,  Berikut ini catatannya:

hari-hari ku berlalu
galau, risau, kacau, teraduk-aduk
geram, harap, nyata makin terpuruk

sulit kumengerti
mana siksa, mana coba
mala, bencana, bertubi-tubi
menyerang, menerjang, silih berganti
menyayat harkat, martabat rakyat negeri
kian tak percaya pada penguasa

si fakir terjungkir-jungkir
si miskin pasrah menatap angin
si papa merana
hari ini siapa derma

korban-korban pehaka
tak tahu kapan bisa berkarya
tukang-tukang rente memutar otak
seperti penerbang kehilangan kontak
penguasa asyik bermain-main kata
saling menutupi bau busuk kreasinya

langit negeriku semakin kelabu
mendung selalu setiap waktu
pudar bayang-bayang rembulan
tak satupun bintang di awan
yang dulu selalu menjadi teman

hari-hari ku berlalu
galau, risau, kacau teraduk-aduk
geram, harap, nyata makin terpuruk

Wani Piro

Wani Piro* 

Wani Piro adalah gabungan dua kata bahasa Jawa yang multi arti, tergantung bagaimana intonasi dan ekspresi orang yang mengucapkannya. Ketika kata-kata tersebut diucapkan dengan intonasi tinggi akan terkesan menantang dan provokatif. Sebaliknya jika diucapkan dengan nada satire dan sambil lalu akan terkesan mengecilkan kemampuan lawan bicara namun tidak membuat lawan bicara marah atau tersinggung karena tidak perlu untuk diladeni. Ungkapan ini seakan mewakili iklim kondisi masyarakat kita yang tiap hari dijejali dengan hawa konsumerisme dan surga bagi mereka yang memiliki daya beli yang berlebih yang berarti memiliki pula posisi tawar yang tinggi.


Orang akan bertindak jika ada imbalannya berapa yang saya dapat untuk mengerjakan hal seperti itu. Maka bisa dipastikan bahwa esensi semangat tolong menolong akan semakin terpinggirkan dan menjadi barang usang yang tidak perlu lagi dipraktekkan. Wani Piro menjunjung tinggi asas untung rugi. Oleh karenanya, di dalam konsep Wani Piro, jangan bertanya tentang pengorbanan karena pengorbanan tidak memiliki tempat di sana. Pengorbanan terkandung nilai heroik, kepeloporan dan tidak mengharap imbalan dari manusia. Anda tentu masih ingat prinsip ekonomi kapitalis dengan modal tertentu mengharap keuntungan yang maksimal. Berapa besar yang aku berikan tergantung berapa besar yang aku terima. Aku akan memberi kalau aku menerima lebih dulu. Demikianlah matematika manusia, logis di era yang kompetitif. Manusia berlomba-lomba menciptakan sistem yang paling efisien. Ketika bicara efisien yang langsung terekam di otak kita adalah perbandingan pengeluaran dan pendapatan. Jikalau pendapatan tidak seberapa dibanding dengan pengeluaran dikatakan tidak efisien. Apalagi jika pendapatan lebih kecil dari pengeluaran pasti dibilang rugi. Lantas bagi mereka yang tidak memiliki resources, bagaimana akan memperoleh bantuan? dari mana dan dari siapa?

Selama ini kita selalu membandingkan segala hal, antara yang kita dapatkan dengan yang kita berikan.  Kita selalu berharap mendapatkan lebih dengan pengorbanan seminim mungkin.  Bahkan sebagai seorang karyawan kita selalu menuntut hak yang lebih dan cenderung tidak mau mengerti, dimana jika mendapatkan banyak tanggung jawab dan pekerjaan, kita mulai memperhitungkan antara gaji dan tanggung jawab yang kita pikul.  Bahkan sebagian karyawan bisa saja mulai mengeluh membandingkan kepada rekannya yang lain. Demikianlah kita yang selalu menggunakan logika standar matematika manusia. Anjuran untuk berkorban disikapi dengan dingin, kawatir akan hilang sumberdaya yang dimilikinya. Mana mungkin orang memberi malah bertambah hartanya ? Logika manusia tidak akan sampai ke sana. Tetapi Tuhan maha kuasa memiliki cara sendiri untuk mencukupkan keperluan manusia dan memberikan rezki dari arah yang tidak disangka-sangka. Ya ... memang demikianlah banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dilogikakan. Untuk berkorban tidak memerlukan logika untung rugi. Maka ketika sebagai karyawan maukah kita berkorban bersungguh-sungguh bekerja lebih dari yang kita terima dengan penuh hati ikhlas dan bahagia ? Sedangkan di sisi lain ketika sebagai pengusaha atau manajemen perusahaan maukah kita meningkatkan perhatian dan siap untuk lebih berbagi keuntungan kepada karyawan.  Harusnya “YA”  Sehingga pertanyaannya tidak lagi Wani Piro tetapi Wani Korban Piro - seberapa besar berani berkorban. (ss)

* Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-10

Kamis, 01 Mei 2014

Mayday is not holiday Sir !

Mayday is not holiday Sir !

Mayday ! Mayday ! Mayday ! sinyal tanda bahaya mengancam jiwa. Prosedur darurat permintaan bantuan ini, konon pada awalnya digunakan secara internasional dalam komunikasi radio oleh pelaut maupun penerbang. Kini mayday menjadi momen penting bagi buruh di seluruh dunia untuk angkat bicara menyuarakan tuntutan.  Tahun kemarin ada sepuluh tuntutan, tahun ini ada sepuluh tuntutan, tahun depan entah berapa dan apa lagi tuntutannya. Tanggal 1 Mei oleh pemerintah ditetapkan sebagai hari buruh dan oleh karenanya menjadi hari libur nasional.

Darurat ketenagakerjaan sesungguhnya telah terjadi bertahun-tahun, mencuat menjadi: isu tenaga kerja anak, isu upah, isu deportasi TKI, TKW teraniaya, status kontrak, isu praktek outsourcing.  Isu-isu tersebut merupakan puncak gunung es dari isu besar; kemiskinan, tidakmeratanya kesejahteraan, lemahnya pelaksanaan pengawasan praktek ketenagakerjaan.

Teriakan buruh menolak praktek outsourcing melalui aksi demo yang masive tahun-tahun lalu telah membuahkan hasil. Buah dari tuntutan itu tercermin dalam Permenakertrans No 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain resmi diberlakukan sejak Senin 19 November 2012. Seiring dengan diundangkannya peraturan itu di Berita Negara Nomor 1138 Tahun 2012 oleh Menteri Hukum dan HAM.  Permenakertrans ini sekaligus mencabut dua keputusan menteri yang lain yakni Kepmenakertrans No 220 Tahun 2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain dan Kepmenakerstrans No 101 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. Kedua keputusan tersebut ditengarai sebagai salah satu sumber dari “hingar bingar” praktek outsourcing. Intinya adalah Pemerintah saat ini memperketat praktek outsourcing.

Meskipun permenakertran ini tidak secara total menghapus praktek outsourcing.  Namun terbitnya permenakertran tersebut disambut dengan reaksi berbeda. Para buruh bersuka cita atas terbitnya peraturan ini karena selama ini mereka menganggap outsourcing  seperti perbudakan modern. Namun respon yang berbeda datang dari para pengusaha outsourcing  yang tergabung dalam Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia  maupun pengguna  outsourcing­ yang tergabung dalam APINDO serta KADIN atas terbitnya peraturan ini. Mereka melakukan perlawanan atas terbitnya permenakertrans tersebut dengan mendaftarakan uji materi ke Mahkamah Agung dan telah diregister dengan Nomor 13P/HUM/Th.2013 tanggal 18 Februari 2013.

Kerja kontrak tetap berlangsung
Apapun hasil akhir dari upaya para pengusaha mendaftarkan uji materi ke MA bukan jaminan bahwa kerja dengan mekanisme outsourcing ataupun sistem kontrak bakal lenyap  dan bukan pula pekerja otomatis akan sejahtera. Memang ruang gerak praktek perusahaan jasa penempatan tenaga kerja semakin sempit, namun dengan berganti “baju” perusahaan tersebut masih bisa leluasa melakukan praktek outsourcing. Tanpa melanggar peraturan formal yang ada, yakni melalui sistem pemborongan pekerjaan.  Perusahaan outsourcing akan beroperasi berdasarkan kontrak bisnis yang sudah tertentu nilai rupiah dan jangka waktu pengerjaannya. Kemudian perusahaan outsourcing akan mencari tenaga kerja sesuai dengan jumlah dan kualifikasi borongan pekerjaan yang diterimanya. Mereka kemungkinan besar akan merekut pekerja dengan sistem non permanen menyesuaikan masa kontrak bisnis pekerjaan borongannya. Dan ini akan terus belangsung untuk semua jenis pekerjaan yang diborongkan di segala sektor industri.  Jika kontrak borongan pekerjaan selesai maka selesai pula kontrak kerja pekerjanya. Status pekerja akan selalu sebagai pekerja kontrak sepanjang tahun sepanjang masa, meskipun ada kemungkinan pendapatannya lebih besar dari pendapatan tahun sebelumnya. Isu status kontrak hanya beralih dari perusahaan pengguna outsourcing ke perusahaan pemborong pekerjaan yang jumlahnya dari waktu ke waktu akan semakin banyak. Dan semakin sulit untuk dikontrol mengingat jumlah pengawas ketenagakerjaan yang terbatas dengan sebaran wilayah dan jenis industri yang sangat beragram. Akibatnya kesejahteraan para buruh akan tetap sulit untuk dilindungi dan penderitaannya tak kunjung berakhir. Mayday pun  akan selalu berulang, demo buruh, mogok kerja, turun ke jalan.

Bukan Sekedar Status dan Upah Minimum
Pentingnya sensitifitas moral pengusaha dalam menjalankan strategi bisnis. Pengusaha diharap tidak hanya memikirkan cara akumulasi keuntungan terus meningkat dari tahun ke tahun.  Sementara biaya tenaga kerja yang dikeluarkan “dikendalikan” sedemikian rupa dimana pekerja bisa diganti kapan saja bila tidak sesuai kriteria. Adalah sungguh mengusik moral bila ada perusahaan yang mengumumkan keberhasilannya membukukan laba triliunan rupiah namun membagikan bonus kepada para pekerja sangat sedikit terlebih lagi membedakan besaran bonusnya jauh lebih besar kepada pekerja internalnya ketimbang pekerja kontraknya (outsourcing-nya).  Sejatinya jika mau mengakui lebih jujur, teliti, dan cermat, pangkal persoalan keresahan tenaga kerja (buruh) adalah pengupahan dan skill sets. Mekanisme sistem pengupahan dan besarannya “diserahkan” kepada masing-masing perusahaan. Jarang sekali mereka  memperhitungkan masa kerja, pemberian jaminan sosial dan perlindungan keselamatan kerja sangat normatif, terlebih lagi para pekerja di sektor industri yang tidak terlalu menuntut pekerjanya berketrampilan tinggi. Kesewenang-wenangan oknum pengusaha yang terkesan “luput” dari perhatian pemerintah juga merupakan bagian dari persoalan perburuhan. Sementara itu buruh terlanjur menganggap bahwa sebagai pekerja dengan status tetap merupakan cita-cita. Perlu diingat bahwa meskipun sebagai pekerja tetap dan tersedianya jenjang karir masih akan menimbulkan gejolak perburuhan jika praktek pengupahan dan “kesewenang-wenangan” tetap ada di tengah lemahnya pengawasan di lapangan.  Serikat pekerjapun harus memperkuat posisi tawarnya bukan hanya mengandalkan kekuatan massa tetapi juga harus dibarengi dengan kekutatan analisa sebab akibat mengapa upah buruh sebesar itu. Sehingga  dengan demikian bisa merumuskan tuntutan yang benar-benar jitu ke pemecahan akar permasalahannya seperti bagaimana mengatasi tingkat skill sets yang masih belum meyakinkan pengusaha.  Harusnya pemerintah bukan sekedar menetapkan besaran upah minimum yang setiap tahun cenderung menimbulkan friksi pengusaha dan buruh, tetapi juga memformulasikan struktur upah bagi pekerja yang berstatus kontrak, berdasarkan pengalaman kerja, berdasarkan ketrampilan sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengusaha untuk implementasinya di perusahaan masing-masing. Harapannya  tenaga kontrak lebih tinggi upahnya dibanding dengan upah pekerja tetap, tidak sekedar memenuhi upah minimum propinsi atau upah minimum sektor industri tertentu, mengapa ? Karena para pekerja kontrak tidak memiliki kepastian akan kelanjutan kontrak kerjanya, sedangkan pekerja tetap memiliki sejumlah fasilitas tunjangan yang lebih baik ketimbang pekerja kontrak. Jika sekiranya pengusaha merasa bahwa biaya pekerja kontrak lebih mahal dibanding dengan pekerja permanen maka dengan sendirinya pengusaha akan memilih status para pekerja kontrak tersebut menjadi pekerja tetap. Sedangkan bagi pekerja, ini merupakan pilihan apakah ingin diangkat sebagai pekerja permanen ataukah ingin dengan status kontrak terus yang secara kasat mata terlihat upahnya lebih tinggi.

Kita belum juga hirau bahwa negara kita sudah tertinggal dalam memanfaatkan momentum transformasi bisnis. Di negara lain seperti India, Filipina, Cina, Vietnam, Amerika Lain dan Eropa Timur  sedang asyik menikmati devisa hasil dari transaksi impor pekerjaan. Kesempatan mendatangkan pekerjaan dari negara negara maju yang berbasis pada model pemborongan pekerjaan outsourcing bagi warga negaranya membuka kesempatan kerja dalam negeri. Sehingga kita tidak perlu repot ekspor TKI dimana di beberapa negara tujuan kerap kali dipermalukan.  Moralitas pengusaha harus disesuaikan, outsourcing bukan alat untuk mengurangi hak pekerja, bukan pula media memperjualbelikan jasa buruh.  Buruh harus dihargai, dipenuhi haknya, dikembangkan potensinya  sebagaimana adanya dan bukan porsi buruh untuk menghakimi pilihan perusahaan dalam menggunakan sistem dan strategi beroperasi. 

Karena praktek outsourcing merupakan pilihan strategi manajemen perusahaan maka praktek outsourcing tidak bakal mati, outsourcing hanya berganti merek menjadi Manajemen Bisnis Penunjang atau semisalnya, sementara pemerintah kedodoran dalam pengawasannya maka yang bakal terjadi adalah ketidakpastian  kesejahteraan para buruh, terganggunya ketenangan operasional bisnis dan yang menderita akhirnya pengusaha dan buruh juga.

Selama pengupahan tidak dirombak secara fundamental dan pelaksanaan aturan kesejahteraan tenaga kerja tidak dikawal penerapanya dengan ketat maka isu ketenagakerjaan tetap ada. Haruskah ini berlanjut terus dari tahun ke tahun menguras energi anak bangsa ? yang mestinya buruh bisa menikmati mayday sebagai hari libur namun yang terjadi justru sebaliknya...... so sorry, the mayday is still not holiday, Sir !  (ss)

Selasa, 22 April 2014

Outsourcing is (not) bad word ?

                                                                         2014-04
Outsourcing is (not) bad word ?
  
Apakah outsourcing seburuk yang dipersangkakan.?
Apakah buruh akan sejahtera jika tanpa outsourcing.?
Bagaimana pengusaha dan buruh saling bersahabat dalam outsourcing ?.
Bagaimana pemerintah berperan agar praktik outsourcing bermartabat ?

          Hari-hari ini sorot mata masyarakat tertuju pada JIS sebuah sekolah swasta berlabel internasional di Jakarta, disana ada pegawai outsourcing yang saat ini sedang diperiksa polisi karena disangka telah melakukan tindakan asusila di dalam lingkungan sekolah yang security-nya superketat untuk ukuran sebuah sekolah. Di lain tempat, sekitar tiga tahun yang lalu juga santer diberitakan ada pegawai outsourcing yang dipidana karena terbukti telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada nasabah pemegang kartu kredit bank asing terkenal. Ketika itu, semua elemen masyarakat: politisi, birokrat, ahli hukum, pengusaha,  angkat bicara. Peristiwa tersebut berujung dengan penyempurnaan peraturan praktek outsourcing di perbankan yang diterbitkan otoritas moneter BI. Kemenakertrans pun merespon dengan menerbitkan permen tentang tatakelola bisnis outsourcing dan bidang apa saja yg boleh di-outsource-kan.

          Ketika dipilih sebagai sebuah strategi bisnis, outsourcing bukan berarti tanpa resiko. Resiko bagi pengguna outsourcing seperti: hilangnya kontrol proses produksi (untuk outsourcing pemborongan pekerjaan), kepuasan konsumen menurun (seperti yg diderita pengelola JIS, para orangtua murid beraksi negatif) karena tidak terjaganya kualitas produk penyelenggaraan pendidikan, benturan budaya diantara pegawai, terjadi resistensi pegawai lama, keamanan data tidak terjamin, dukungan internal manajemen yang minim. Sedangkan bagi buruh outsourcing, resiko yang dihadapi diantaranya: jenjang karir tidak tersedia, transfer pengetahuan yang rendah, tidak adanya jaminan keberlanjutan kerja, program retensi tidak memadai  (termasuk jika terjadi sangkaan tindak pidana di area kerja).
          Benarkah outsourcing sebagai strategi bisnis layaknya obat penyembuh segala penyakit inefficiency proses produksi, yang bisa digunakan kapan saja, dan dimana saja ?. Benarkah praktik outsourcing biang keladi merosotnya kesejahteraan buruh yang menyebabkan sikap antipati mendalam ? Mengapa undang-undang dan peraturan menteri menjamin legalitas operasionalnya?  Bagaimana peran pekerja outsourcing menyikapi realita ini ?
          Semua informasi, diskripsi, analisa serta alternatif solusi yang terkait dengan pertanyaan tsb terdapat di dalam buku Manajemen Strategi Outsourcing - Buruh Sejahtera Pengusaha Berjaya terbit akhir April 2014 diterbitkan oleh Penerbit Halamanmoeka Jakarta. Buku ini dirujuk dari banyak informasi yang bersumber pada beberapa media, dipadu dengan hasil olah pengalaman saya selama hampir sepuluh tahun terbenam dalam praktik bisnis outsourcing. 

            Oleh karena itu isi buku ini diharapkan  bermanfaat bagi semua pihak yang berminat pada: perlindungan tenaga kerja,, praktik outsourcing yang bermartabat,  dan peningkatan penyediaan lapangan kerja lewat offshore outsourcing  yang mampu meningkatkan devisa negara. Untuk mendapatkan buku dalam format hardcopy (tebal total 239 halaman, 15 x23cm), silahkan ke toko buku atau hubungi penulis di slametsoesanto@gmail.com  atau WA-sms-call 081311166847




Senin, 21 April 2014

Hindari Buruk Muka Cermin Dibelah



Hindari Buruk Muka Cermin Dibelah *

Sungguh tidak pernah lupa setiap hari, kita selalu bercermin baik itu sengaja berdiri di depan kaca di rumah atau kebetulan sedang di jalan dan melihat pantulan diri dari kaca etalase toko atau kaca mobil yang sedang berhenti.  Apa yang kita lakukan itu merupakan wujud dari kepedulian akan penampilan diri, secantik apa wajah kita, seelok apa tubuh kita hari ini.  Lebih jauh lagi pernahkan kita bercermin untuk melihat performance perilaku kinerja kita ?  Sesering apa kita bercermin, mencoba mengevaluasi kualitas kerja kita sendiri ?  Namun yang sering terjadi adalah bukannya kita yang menilai diri sendiri tetapi orang lain yaitu supervisor atau atasan kita yang melakukannya.  Mana yang lebih tepat hasilnya, kita sendiri yang menilai atau orang lain yang melakukannya.

Menyepelekan introspeksi diri dalam performance kerja, dapat menyebabkan mandegnya karir. Mengapa demikian?  Pertama, karena pegawai seperti itu banyak mengikuti subjektifitasnya, parameter penilaian ditentukannya sendiri, merasa sudah bekerja tak kenal waktu sehingga tertipu dengan bayang-bayang semu kinerjanya. Kedua, biasanya mereka menyandarkan diri kepada “kebaikan” dari perusahaan karena menilai perusahaan tetap akan menghargai asal past performance tidak jelek-jelek amat sebagaimana yang telah dilakukan oleh perusahaan tahun sebelumnya.

Penting bagi kita masing-masing untuk menghitung atau menilai pencapaian prestasi diri sendiri setiap saat, tidak harus menunggu akhir tahun. Karena performance akhir tahun merupakan kumpulan performance bulan-bulan sebelumnya.  Apakah diri kita lebih banyak prestasinya ataukah malah lebih banyak pekerjaan yang tidak memenuhi syarat target, yang berujung pada komplain dan kekecewaan.  Kita mesti objektif melakukan penilaian, dengan menjadikan Key Performance Indicator sebagai acuannya bukan berdasarkan perasaan dan kira-kira kita sendiri.  Setiap hari sebelum mulai bekerja, harusnya kita berpikir bahwa untuk bertanya kepada diri terlebih dahulu.  Apa saja yang akan kita capai hari ini ? Bagaimana cara mencapainya ? Dan yang menunggu hasil perkerjaan saya itu siapa ? kapan ?  Karena begitu banyak pegawai yang tergesa-gesa atau malas-malasan dan terlihat asal-asalan melakukakan suatu pekerjaan tanpa memikirkan kualitas pekerjaannya, sehingga ketika datang waktu penilaian barulah dia menyesali bahwa performance kerjanya tidak memuaskan.  Tidak sedikit pula mereka mencari-cari argumen membela diri yang pada intinya tidak puas dengan penilaian yang diterima ibarat buruk muka cermin dibelah.
Andai kita diberi kesempatan untuk bertemu dengan tahun 2011, tentunya kita berdoa dan berusaha agar kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung yaitu mereka yang memiliki prestasi hari esok lebih baik dari hari ini. Karena detik waktu berjalan, tak seorangpun bisa menghentikanmya, kita hanya bisa mengisi waktu dengan pencapaian prestasi demi prestasi.   Selamat tahun Baru 2011, tetap berprestasi dan bertambah prestasi lagi. (ss
Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-12

Cakap Bekerja , Cakap Menghargai



Cakap Bekerja , Cakap Menghargai *
Hidup ini ibarat belantara, tempat kita mengejar berbagai keinginan untuk memenuhi kebutuhan. Belantara ini berisi berbagai macam sifat mahluk dari sifat-sifat yang mulia sampai sifat yang tidak terpuji.

Jika kita bertanya kepada warga Jakarta, apa yang mereka inginkan saat ini, maka mayoritas hampir pasti jawabannya adalah kelancaran berlalulintas. Wajar, karena belakangan ini kemacetan di ibu kota sudah sangat parah, yang kabarnya berdampak pada kerugian material sampai triliunan rupiah. Menghadapi situasi seperti ini, hari-hari ketika jam sibuk, tata krama berlalulintas cenderung diabaikan, mereka sering memperlakukan orang lain tidak sebagaimana mereka ingin diperlakukan.  Kepatuhan dan disiplin pada rambu-rambu lalu lintas sangat minim.  Kurangnya (respect) rasa hormat dan menghargai sesama pengguna jalan berujung pada konflik individu, adu mulut dan saling menghina.

Di lingkungan kerjapun demikian. Bila respect tidak ada, jangan berharap kita bisa extist dan shinning.  Coba perhatikan, apa yang dilakukan oleh mereka yang berprestasi. Selain bekerja keras, menguasai skill yang baik, mereka juga berperilaku baik, membangun hubungan kerja dan kontak yang baik pula dengan semua orang. Mereka mempraktekkan ini secara berkelanjutan dan berlangsung panjang. Hampir tidak pernah terlontar dari mulut mereka omongan penghinaan, mereka lebih banyak memberi respect, selalu mencoba memahami orang lain yang berperilaku tidak baik.  Mereka percaya lebih utama memberi daripada menerima. Karena sesungguhnya di dalam memberi terdapat kekuatan yang luar biasa yaitu kekuatan tidak pernah merasa kekurangan.  

Para individu di lingkungan kerja laksana bintang-bintang berkelap-kelip bertebaran di langit. Ada yang redup sinarnya ada pula yang sangat terang dibanding yang lain. Terang redupnya bintang seperti bagus tidaknya performance kerja kita. Satu prinsip yang harus dijaga,  terangnya sebuah bintang tidak boleh meredupkan bintang yang lain.  Ini berarti performance kerja kita yang bagus harusnya memancar memberi respect kepada yang lain sehingga yang lain ikut bersinar pula.  Dan ini terjadi jika satu sama lain saling menghargai.  Dengan menghormati orang lain berarti telah memberi penghargaan oleh karena itu mereka tidak pernah merasa kekurangan kehormatan.

Maka, mulai sekarang kita harus memiliki keberanian untuk mengevaluasi diri. Apakah kita selama ini hanya menunggu diberi penghormatan tapi lalai memberi penghormatan. Dan yakinkanlah bahwa penghormatan itu akan datang menyertainya, setelah kita memberi perhomatan terlebih dulu.

Belantara kehidupan adalah medan ujian. Yang akan keluar sebagai bintang yang bersinar  hanyalah mereka yang tangguh, yang selalu memberi respect terhadap lingkungannya, yang mampu melewati setiap kesulitan dengan baik. Mereka akan bersinar dan sinarnya akan menerangi bintang-bintang yang lain.  (ss)

* Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-10

Beyond Ramadhan & Iedul Fitri



Beyond Ramadhan  & Iedul Fitri *
Saudara sekalian, kehinaan akan menimpa manusia dimanapun mereka berada jika manusia gagal membina hubungan baik dengan Allah dan gagal berhubungan baik dengan manusia demikianlah ancaman Allah SWT. Puasa Ramadhan merupakan sarana untuk membina hubungan baik dengan Allah tuhan semesta alam dan juga dengan manusia.  Dengan puasa manusia sesungguhnya sedang mengikuti pendidikan yaitu pendidikan mengelola keinginan (hasrat, nafsu), pendidikan thariqat almalaikat - memahami sifat-sifat malaikat yang selalu taat dan patuh terhadap segala perintah Allah, pendidikan ketuhanan dimana puasa merupakan sistem pendidikan dari Allah yang mengajari manusia agar taat dan patuh, mendidik manusia supaya berbuat adil, sabar, pemaaf dan berbuat baik lainnya meskipun tidak ada makhluk yang melihat.  Serta pendidikan  penyucian jiwa – yaitu tercapainya objektif dari puasa - ketaqwaan yang tinggi kepada Allah.
Saudara sekalian, ketaatan orang berpuasa merupakan suatu bukti bahwa jiwanya tidak dikuasai oleh hawa nafsunya.  Orang puasa jiwanya terjaga dari dosa dan kesalahan dan akan mengalami iklim kesucian.  Oleh karenanya tidaklah berlebihan jika puasa ramadhan merupakan momentum untuk evaluasi total.  Evaluasi sebaik apa hubungan kita dengan tuhan selama ini dan, dalam ramadhan terdapat kesempatan untuk melakukan  pendidikan diri secara maksimal.  

Saudara sekalian, akhir sebuah Ramadahan disikapi dengan sukacita bagi mereka yang telah menang mengalahkan sifat-sifat buruknya dan berhasil membina hubungan dengan Allah, sekaligus mereka juga sangat berharap bisa bertemu dengan Ramadhan yang akan datang.   1 Syawal menandai ritual Ramadhan telah usai dan puncak dari pergulatan bathin mukminin telah tiba, hari saat seluruh egosentrisme dan kesombongan manusia diredam demi menjaga hubungan baik dengan seluruh umat manusia, lingkungan, alam, dan segala sesuatu di luar diri dan pribadinya.  

Saudara sekalian, ada tiga sikap yang harus kita miliki dalam menyambut Iedul Fitri, yaitu: 1. perasaan  penuh harap kepada Allah SWT memohon diampuni dosa-dosa yang lalu. 2. Melakukan review terhadap ibadah puasa yang telah dikerjakan.  Apakah puasa yang kita kerjakan telah bermakna, atau hanya mendapat rasa lapar dan dahaga saja   3. Mempertahankan nilai kesucian yang baru saja diraih. Tidak kehilangan semangat dalam ibadah karena lewatnya bulan Ramadhan, karena predikat taqwa seharusnya melekat terus hingga akhir hayat.

Saudara sekalian, momentum Iedul Fitri sudah selayaknya kita gunakan untuk menyambung kembali tali silaturahim kepada sanak famili, sahabat, teman kerja, atasan, bawahan, dan tetangga-tetangga kita. Membuka lembaran baru dalam berkomunikasi yang baik dan santun sehingga kita dapat menjaga keharmonisan hubungan dengan mereka. Dengan demikian kita akan terbebas dari kehinaan sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT.  Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia. (al Haaj : 50). Amien.(ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-08 

To do Change for Better Future



To do Change for better future *
Saudara sekalian, if you don’t change you will die.  Demikian sebuah pernyataan yang bernada peringatan keras, jika direnungkan akan mudah sekali difahami secara harfiah. Layaknya sesuatu yang mati, berarti ia tidak bergerak, tidak berubah, mandek dan statis. Kehadirannya tidak memberikan gerak perubahan, tidak memberikan perkembangan. sehingga dia tidak diperhitungkan, tidak diperlukan, dan dianggap tidak ada, meskipun tampak wujud fisiknya tetapi keberadaanya tidak bermakna.  

Saudara sekalian, sering kita menyikapi sebuah perubahan dengan respon berbeda: apriori, menolak, acuh tak acuh tetapi ada juga yang bersemangat menerima dan mendukungnya.  Sadar akan hal ini lantas kita bertanya-tanya, mengapa kita demikian.  Biasanya seseorang menolak perubahan bukan karena dia berani mati, tetapi justru sebaliknya dia takut mati jika dia berubah, if you change you die. Perubahan dianggapnya sebagai ancaman terhadap existensinya, takut kehilangan rasa nyaman,  mengganggu commfort zone namun dia lupa bahwa dia ini bagian dari organisasi besar dunia yang selalu bergerak dan bertumbuh.  Manakala dia sudah terlanjur terjebak di dalam pusaran perubahan dia akan stress,  emosional, rasionalitasnya hilang. Dia digerus waktu dan baru menyadari setelah melihat teman-teman yang dulu seangkatan berangkat meniti karir bersama sudah jauh maju di depan meninggalkannya. Sebuah eroni dari sikap apriori terhadap perubahan. 

Saudara sekalian, rasa-rasanya tidak mungkin bagi kita menghindar dari perubahan  dimanapun kita berada.  Oleh karena itu saat ini bila kita sebagai karyawan maka kita adalah bagian dari perusahaan yang seharusnya memiliki strategi “berkompromi” dengan perubahan.  Karena perusahaan akan selalu melakukan perubahan strategi, perubahanan teknologi, perubahan struktur kesemuanya itu menuntut kita agar melakukan perubahan perilaku dan perubahan kebiasaan.  Dan berpikirlah bahwa kita adalah bagian penting dari proses pekerjaan jangan sebaliknya melihat diri sendiri sebagai bagian yang tidak penting dimana kita hanya memiliki peran dan pengaruh kecil, karena hal ini akan berujung pada membatasi diri sendiri terhadap potensi yang kemungkinan besar dapat ditunjukkan di lingkungan kerja.   Kecenderungan kita semua untuk menilai hasil jangka pendek akan mengurangi kemampuan kita untuk melihat sesuatu dalam skala yang lebih besar. 

Saudara sekalian, perubahan besar yang kita hadapi saat ini jarang sekali datang secara tiba-tiba melainkan bertahap, terstruktur dan di luar kendali kita.  Hanya orang-orang “tertentu” saja yang mampu membaca perubahan yang lebih siap beradaptasi, meliak-liukan badan laksana peselancar sedang mengendalikan papan selancarnya mengikuti gerakan ombak menuju pantai.  Perubahan dipandang sebagai peluang untuk mengasah diri dan merima tanggung jawab lebih besar dan memetik manfaat untuk mengantarkannya ke sebuah cita-cita.  Anda sendirilah yang bisa menjawab dengan tepat, apakah anda termasuk orang-orang “tertentu” itu ? (ss)

* Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-05

Menembus Batas



Menembus  Batas *
Saudara sekalian, bila hari ini tanggal 28 Oktober 2009 maka hari ini genap 81 tahun pemuda-pemudi Indonesia bersumpah untuk bertumpah darah satu-tanah Indonesia, berbangsa satu-bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan- bahasa Indonesia.  Kita mencoba memaknai sumpah itu dengan kacamata Indonesia masa kini.  Indonesia yang kita cintai dibangun oleh orang-orang tua kita, yg kala itu masih seusia kita saat ini.  Semangat  yang menyelimuti mereka menerabas batas-batas kesukuan, agama, pendidikan, jender bersatu melawan segala bentuk penjajahan guna mewujudkan Indonesia yang bersatu, bermartabat dan berkeadilan.

Saudara sekalian, bila hari ini kita sudah menyandang profesi pekerjaan tertentu maka kita saat ini sesungguhnya sudah berada dalam jajaran orang-orang yang sedang berbenah menggerakkan mesin kehidupan bangsa, bekerja di berbagai macam posisi dan tanggungjawab, menata segala aspek kehidupan.  Peran profesi yang kita jalani sekarang ini memerlukan  bukan sekedar komitmen moral yaitu bekerja setulus hati namun juga komitmen profesional yaitu memiliki kesadaran tinggi dalam melakukan yang terbaik.  Di sisi lain kita melihat jutaan teman kita para pemuda  di belahan negeri yang kita cintai ini tengah berjuang meraih kesempatan seperti kita punya.   Oleh karena itu bagi kita yang sudah memperoleh amanah mulailah lewat tangan kita, lewat lisan kita, lewat sikap kita, berperan menciptakan karya-karya yang dapat diteladani, menjauhkan diri dari perbuatan yang melawan hukum, membangun opini yang positif, menyebarkan semangat kreatif, memberikan inspirasi bagi yang lain, bersemangat untuk berbagi  termasuk berbagi optimisme, berbagi informasi dan berbagi rizki. 

Saudara sekalian, peran serta kita di dalam proses pekerjaan akan besar maknanya jika kita bersungguh-sungguh melaksanakannya. Organisasi bisnis dimana kita bekerja akan merasakan hasilnya : proses produksi berjalan lancar karena kontribusi para sumberdaya manusianya, efisien kerja tercapai, perusahaan bertumbuh pesat, rekrutmen karyawan baru meningkat. Lingkaran proses ini bila terjadi di banyak perusahaan maka hampir dapat dipastikan banyak pemuda yang akan memiliki aktifitas seperti kita.

Saudara sekalian, keberhasilan itu tidak ada batasnya.  Pemberi Uswatun Khasanah dan penyandang gelar Al-Amien mengajarkan kepada kita bila hari ini lebih baik dari kemarin maka itulah sebuah keberhasilan dan apabila esok lebih baik dari hari ini maka itu adalah keberhasilan berikutnya demikian seterusnya sehingga setiap hari kita akan penuhi dengan hari-hari keberhasilan.  Apabila segala daya telah kita upayakan, berbagai usaha telah kita coba maka mari kita ingat kepada Sang Maha Pencipta semesta alam sembari berdoa mohon agar diberi kekuatan untuk merasakan apapun yang telah kita terima - suka dan duka agar kita semakin cerdas dalam mensyukuri nikmatNya. Mampu mengembangkan dari kondisi negatif ke kondisi positif agar semakin Jaya bangsa kita, semakin kokoh bangunan Negri kita, semakin penuh dengan rahmat bagi semua insan yang ada di bumi ini.  Majulah kita. Majulah Pemuda Indonesia. (ss)

Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2009-10

Beyond Teamwork



Beyond Teamwork *
Saudara sekalian sudah banyak artikel, seminar, pelatihan, yang bertema team building dilaksanakan. Dahsyatnya manfaat team kerja yang solid, komponen demi komponen dikupas dan diulas tuntas. Ketika usai mengikuti program tersebut kita sangat berhasrat untuk segera kembali ke tempat kerja masing-masing dan sangat ingin membuktikan bahwa kita siap menjadi bagian dari sebuah keberhasilan.  Siap mengendalikan ego, siap untuk lebih empati kepada orang lain mendengar dengan aktif , bersikap lebih proaktif bukan reaktif dsb.
Saudara sekalian, team kerja yang solid tidak terwujud dalam sekejap. Di dalamnya terkandung banyak unsur seperti personality, maturity, wawasan pengetahuan, ketrampilan komunikasi semuanya itu akan mempengaruhi kapasitas pribadi setiap anggota team yang menimbulkan keunikan masing-masing. Dan diperlukan sekali adanya perekat yang berupa trust yaitu rasa saling percaya mempercayai. Layaknya sebuah papan puzzle yang dirangkai menjadi sebuah gambar yang utuh dan bermakna. Sehingga tidak mengherankan jika corak warna sebuah team kerja sesungguhnya merupakan gambaran dari “warna” para anggotanya.

Saudara sekalian saya yakin anda saat ini sudah berada di dalam unit kerja yang merupakan bagian dari sebuah sistem kerja klien, berarti saat ini pula anda bersama-sama dengan orang lain telah menjadi bagian dari team kerja. Keunikan dari diri anda hendaknya menjadi aset yang mampu memberikan warna yang semakin memperindah bukan sebaliknya. Demikian juga dengan keunikan teman-teman anda hendaknya dibantu dan didorong agar menjadi bagian bak mozaik. Kehadiran anda dalam satu team akan banyak bermakna manakala anda sangat mengerti detil pekerjaan dan sangat mengerti pula kemana hasil kerja anda akan digunakan. Kemudian anda pun harus mampu mempertanggungjawabkan yaitu memberikan penjelasan segala hal yang telah anda kerjakan, membagi pengetahuan the best practice cara anda menyelesaikan pekerjaan kepada teman-eman anda.  Ketrampilan anda menyampaikan penjelasan, berpendapat dan berargumentasi akan menambah bobot nilai pribadi anda yang kadangkala dapat dikaitkan dengan tingkat kematangan pribadi anda. Pandai melihat keterkaitan satu proses pekerjaan dengan pekerjaan lainnya akan sangat berguna untuk mempercepat terciptanya team kerja yang solid.  Membangun rasa saling mempercayai yang dimulai dari diri anda yaitu kerjakanlah tugas dengan sepenuh hati, hindari aktifitas yang tidak terkait dengan pekerjaan selama jam kerja. Bersiaplah untuk membantu team  menyelesaikan pekerjaan biarpun tidak diminta. Bersikap terbuka terhadap saran, akan membantu meningkatkan rasa percaya orang lain kepada anda. Apabila hal tersebut dilaksanakan oleh semua anggota team maka kehadiran team yang solid akan segera terwujud.

Saudara sekalian, ambillah peluang menjadi bagian dari team yang solid dimana kehadiran anda sangat ditunggu-tunggu. Jangan menjadi bagian yang tidak menggenapkan atau mengganjilkan. Jika saat ini anda lulus menjadi bagian team yang kecil berarti anda telah mengantongi tiket untuk bergabung ke dalam team yang lebih besar dan lebih besar lagi dan perhatikan hasilnya kelak.(ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2009-11

Pelajaran dari Kusir Delman


Pelajaran dari Kusir Delman *

Pernahkah anda naik delman? Moda transportasi yang satu ini sering dijumpai di objek wisata di dalam kota atau di daerah pedesaan.  Jalanan yang dilalui kadang mulus tapi sering juga tidak rata serta licin.   Jika kita perhatikan, delman punya tiga unsur penting yaitu kuda, kereta dan kusirnya. Tiga unsur tadi menyatu menjadi lebih penting dan menjadi penopang andalan untuk keberhasilan menapak mengantarkan penumpang sambil bersantai bagi wisatawan menikmati panorama alam dan melihat kehidupan masyarakat yang dilaluinya.  
Ibarat kusir delman kita semua bertanggungjawab mengendalikan kuda. Layaknya sebuah keinginan arah kuda dan tujuan yang hendak dicapai sangat tergantung dari kusirnya. Bagaimana tidak, di tangan kusirlah kuda dikendalikan kapan harus berlari dan kapan harus berhenti. Kuda akan tunduk pada tuannya. Di tangan kusir pula arah dan kecepatan kuda diatur. Bisa dibayangkan apa jadinya jika si kusir hilang kendali tidak mampu mengelola perilaku kudanya, ancaman bagi keselamatan penumpang dan diri kusir sendiri.
Demikian juga dengan keinginan. Keinginan atau cita-cita manusia adalah hidup dan harus selalu dihidupkan. Keinginan selalu menuntut tuannya untuk dipenuhi. Ketika satu keinginan sudah tercapai maka ketika itu pula manusia ingin yang lain lagi dan seterusnya dan seterusnya, bagai minum air laut tatkala haus menerpa semakin diminum semakin haus terasa.  Mengendalikan keinginan yang ada dalam diri sama dengan kusir mengendalikan kudanya. Di tangan kita sendiri kita mampu melecut atau mengerem keinginan tersebut. Mengendalikan diri berarti mengendalikan keinginan, ingin marah, ingin dipuji, ingin harta berlebih, ingin jabatan, ingin berkorban, ingin menolong, ingin berprestasi dsb. Apapun rintangannya, ketika keinginan luhur ada maka wajib untuk diperjuangkan tidak peduli resiko jalan licin atau berbatu. Sedikit manusia bersabar dalam menyikapi keinginan yang tidak terpenuhi, tetapi banyak pula mereka merasa kecewa, sakit hati, iri, dengki bahkan hasut.  Bila reaksi atas tidak terpenuhinya keinginan menimbulkan ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang kita rasakan, maka hampir bisa dipastikan hal ini merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Sebagian besar dari kita menganggap keinginan yang sudah lama kita idam-idamkan bila tidak tercapai ditanggapi sebagai sebuah kegagalan, bencana, aib.
Mungkin sudah banyak hal yang berhasil kita raih dengan perjuangan fisik, pikiran mengerahkan semua waktu, dan tenaga yang ada mengantarkan kita sebagai pemenang.  Tapi apakah kemenangan yang telah kita raih ini tanpa menimbulkan korban. Sadarkah kita bahwa semakin banyak keinginan semakin banyak pula kesempatan untuk kehilangan. Kehilangan adalah sebuah kepastian karena manusia memang tidak pernah memiliki apa pun dalam hidupnya. Apapun yang kita anggap milik kita hari ini, sesungguhnya adalah kepemilikan yang semu. Sehingga kita harus senantiasa berusaha menjadi pemenang dalam memperjuangkan keinginan tanpa harus ada yang terluka. Oleh karenanya pandai-pandailah mengendalikan keinginan, sebagaimana Ali bin Abi Thalib berkata berbahagialah orang yang berhasil menjadi tuan untuk dirinya, menjadi kusir untuk nafsunya dan menjadi kapten untuk bahtera hidupnya. Selamat menjalani ibadah shaum Ramadhan sebagai sarana pengendalian diri, You can be a victor without having victims.   (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-07