Rabu, 25 Juli 2012

Take It or Leave It .?


Take  It  or  Leave  It ...?   *

Seringkali orang berkesimpulan, pegawai mengundurkan diri karena tidak puas dengan gajinya. Apakah demikian adanya? Di dalam literatur manajemen sdm banyak jawaban mengapa pegawai meninggalkan kantornya, biasanya karena mendapat kesempatan lebih baik, terlalu sulit bekerja di sini, tidak pernah nyaman di sini, manajemen yang buruk, tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar.  Sejalan dengan itu, hasil survey Watson Wyatt Worldwide perusahaan - konsultan kelas dunia yang ditulis di “Strategic Rewards” menemukan jawaban mengapa pegawai mengundurkan diri: 56% tidak puas dengan manajemen perusahaan, 56% kesempatan berkembang tidak memadai, 50% tidak puas dengan gajinya. Hasil survey tersebut menarik untuk dicermati terutama prosentasi terbesarnya yaitu karena tidak puas dengan manajemen perusahaan dan kesempatan berkembang yang tidak memadai. Dua hal ini seringkali perusahaan “kurang serius” mengelola. Perusahaan terlanjur terjebak ke dalam pendekatan peningkatan gaji sebagai strategi agar pegawai betah di kantor. Kebijakan ini tidaklah salah jika memang standar gaji yang ada masih di bawah perusahaan kompetitor. Namun jangan berharap bahwa perusahaan akan mampu mempertahankan pegawai terbaiknya hanya dengan pendekatan ini, selain karena kemampuan finansial internal perusahaan terbatas juga pendekatan ini terbukti tidak efektif untuk retention pegawai jangka panjang. Meskipun ada kebijakan peningkatan gaji akan tetapi pengunduran diri tetap terjadi dan terus terjadi.  Menyebabkan beberapa gangguan di alur kerja.

Loyalitas, integritas, spirit kerjasama terus menerus tidak bisa dibangun hanya dengan kenaikan gaji. Perusahaan tidak memiliki “road map” pengembangan pegawai bahkan sering terlambat dan baru sadar manakala satu persatu pegawainya mengundurkan diri dalam rentang waktu yang berdekatan bak berbaris dalam antrian. Pengembangan pegawai sejatinya tidak harus disertai dengan penyediaan budget yang besar. Namun urgensi Perencanaan suksesi serta talent management  seperti adanya jalur karir, peningkatan hardskill untuk mendukung kompetensi pegawai minimal sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada saat ini akan sangat membantu meningkatkan produktifitas pegawai. Bilamana program ini ada dan terkonsep pelaksanaannya maka akan tumbuh perasaan diperhatikan di kalangan pegawai dan potensi pegawai akan berkembang.  Selain itu sebuah agenda kerja upaya menumbuhkan kepuasan pegawai terhadap manajemennya juga penting diperhatikan. Pemimpin di semua level memiliki wewenang menetapkan tugas dan menilai kinerja bawahannya.  Kepemimpinan yang tidak baik bisa mengubah lingkungan kerja menjadi tempat kerja yang tidak nyaman yang pada akhirnya pegawai dihadapkan pada kondisi “take it or live it”.  
Manajemen Bakat memastikan bahwa pegawai diidentifikasi atau direkrut, dikembangkan dan dipelihara, dalam cara tertentu dimana kontribusi terbaiknya dapat secara penuh dicapai.  Lingkungan kerja yang memiliki value yang sehat, profesional, dimana tersedia cukup kesempatan untuk mengembangkan diri yang transparan, menjunjung pola hubungan pimpinan bawahan yang saling menghargai, dalam jangka panjang diyakini akan mampu menahan laju niat pegawai mengundurkan diri. Insyaallah.. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-05

The Great Mom



 The Great Mom  *

Mari kita bertanya, siapakah wanita super itu?  Bisa jadi dia adalah ibu, istri, saudara atau teman kerja kita.  Siapa diantara mereka yang paling banyak pengorbanannya, siap menolong di segala waktu dan cuaca, mengajarkan kebaikan, “menutupi“ aib kita, demi kemulian hidup kita? Maka jikalau anda sepakat dengan saya, wanita itu adalah ibu... ya ibu kita. Boleh jadi pendidikan formal kita lebih tinggi dari beliau, bentuk fisik kita lebih cantik, bahkan pangkat, jabatan, ataupun kekayaan lebih banyak yang kita miliki, namun itu bukanlah jaminan yang membuat kita lebih mulia dibandingkan dengan ibu kita.  Kalau anda gemar nonton film-film bertema mafia, mafioso sekejam apapun memperlakukan lawanya namun begitu berhadapan dengan ibundanya langsung tertunduk hormat, patuh. Barangkali itulah gambaran betapa dalam bersemayamnya sosok ibu ke dalam hati.

Ibunda memilki value yang sangat agung dalam menempatkan kita di dalam kehidupanya, bukan value yang dibangun di atas kekayaan materi yang sering dipuja-puja manusia masa kini, serta value yang sangat berbeda dengan value yang dikejar dan dipegang oleh sebagian dari kita.  Ibunda selalu memberikan yang terbaik kepada kita, walaupun hal itu harus dilakukan dengan pengorbanan yang luar biasa.  Bukankah sering kita dengar kisah-kisah dramatis. Pemberian maaf atau restu dari ibu sanggup mendatangkan kemudahan dalam proses mencari kerja, mencari pasangan hidup, melewati proses melahirkan, bahkan kemudahan bagi anak yang sedang menghadapi sakaratul maut.

Sejauh mana kedekatan hubungan batin kita dengan beliau bisa terlihat dari jejak sikap perilaku kita sehari-hari. Meskipun beliau tidak lagi serumah dengan kita atau bahkan sudah lama meninggalkan kita. Menghadirkan ibu di dalam hati kita setiap saat, sangat berpengaruh terhadap karakter kita sehari-hari.  Jangan pernah merasa puas membalas budi baik ibu, lantaran kita sudah bisa menyisihkan dana untuk beliau, membuatkan rumah, memberangkatkan umroh atau berhaji. Hal itu baik, tetapi belum seberapa dibanding dengan pengorbanan ibu sehingga tatkala dihadapkan pada dua buah pilihan antara hidupnya sendiri dengan hidup anaknya maka beliau akan meminta supaya anaknya yang hidup. Subhanallah !

Buat seorang Ibu ... bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang sangat kontradiktif pada jaman sekarang ini di lingkungan kerja, yang pada umumnya pengelola perusahaan dan karyawan sama-sama menuntut agar diberi terlebih dulu baru memberi. Mengapa kita melupakan teladan yang baik dari Ibu yang selalu kita lihat setiap hari ? (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-04

Perdagangan Yang Tak Pernah Rugi



 Perdagangan Yang Tak Pernah Rugi *

Patut direnungkan bahwa setiap individu manusia pada dasarnya adalah pedagang. Di dalam sejarahnya seruan untuk berdagang telah lama dikumandangkan Hendaklah kamu berdagang, karena di dalamnya terdapat 90 % pintu rezeki (H.R.Ahmad).   Bahkan saking pentingnya, pedagang ditempatkan dan disejajarkan bersama para Nabi, Syuhada dan Sholihin.  Pedagang di sini bukan sembarang pedagang, tetapi pedagang yang beretika yaitu pedagang yang jujur, bertanggungjawab, tidak menipu, menepati janji, selalu mengingat akhir dari kehidupan dan sifat-sifat kebaikan lainnya.

Komoditi perdagangan tidak harus berupa barang tetapi juga bisa berupa jasa. Di dalam hubungan Perusahaan dan Pegawai: ketrampilan, pengetahuan, pengalaman kerja dan integritas yang dimiliki oleh Pegawai juga bisa dianggap sebagai barang dagangan.  Pegawai “menjual”  dagangannya kepada Perusahaan dan Perusahaan membayarnya dalam bentuk gaji, insentif, bonus dan penghargaan lainnya.   Sebagai Pegawai, bagaimana kita bisa dihargai dengan nilai tinggi jika komoditi yang kita jual di bawah standar apalagi sudah banyak beredar di pasar alias kacangan ?  Artinya Perusahaan mudah mencari pengganti dimanapun dan kapanpun.  Jika kualitas jasa tidak sesuai dengan harapan pembeli, maka  pembeli akan beralih ke penjual yang lain.  Sehingga tidaklah mengherankan jika di dalam kantor ada pegawai-pegawai yang menerima pendapatan lebih ketimbang pegawai lainnya.  Mereka itu adalah para pedagang yang memiliki value selalu memperhatikan dan meningkatkan kualitas dagangannya.  Dan sebagai pembeli Perusahaan juga tidak ingin rugi ketika bertransaksi dengan Pegawainya. Hukum transaksi semacam ini memang wajar dan lazim dipraktekkan di dunia kerja, meskipun banyak dari kita kurang menyadarinya.  Dalam kondisi ideal, pedagang berhak untuk tidak melakukan perdagangan dengan pembelinya. Demikian juga dengan Pegawai tidak harus menuruti apa yang diminta oleh Perusahaan, jika yang diminta itu semata-mata hanya untuk keuntungan Perusahaan tanpa memperdulikan pegawainya.  Ketidakpuasan bisa juga datang dari Pegawai yang merasa tempat dia bekerja penuh dengan penipuan, janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia di dalamnya.  Pegawai dan Perusahaan, keduanya dituntut untuk melaksanakan etika demi terciptanya keuntungan keduabelah pihak. Etika perdagangan menjamin, baik Perusahaan dan Pegawai, masing-masing akan saling mendapat keuntungan.  Dan pembeli akan merasa puas karena kualitas komoditi yang dibelinya melebihi harapan. Dan penjual membawa pulang hasil jerih payahnya.  
Dalam kontek ini, relasi Perusahaan dan Pegawai bagai sebuah perdagangan, bagaimana tidak?  Di dalamnya terkandung sebuah transaksi menjual (jasa) dan membeli (membayar upah).   Dan ketika hidup ini adalah transaksional maka adakah manusia mau rugi ?  Pedagang yang tidak pernah rugi adalah pedagang yang dalam aktifitasnya tidak semata-mata diukur dengan nilai materi tertentu.   Seikhlas apapun niat manusia masih ada pengharapan yang ingin diterima dan sebaik-baik pengharapan adalah pengharapan hanya kepada Tuhan YME (ss). 

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-03

Super Model



 Super Model  *

Ketika program tayangan televisi “Smack Down” heboh beberapa waktu lampau  karena memakan korban yang terinspirasi untuk melakukan adegan saling banting yang kemudian menyebabkan gegar otak dan meninggal dunia. Demikian pula dengan tayangan “Suster Ngesot” telah mengilhami seorang remaja, semula ingin memberikan surprise pada temannya namun berujung pada babak belurnya remaja tersebut karena ditendang dan dipukuli Satpam di Bandung. Contoh peristiwa itu mengingatkan kita akan Albert Bandura seorang ahli Social Learning Theory.  Bandura menyatakan bahwa orang banyak mempelajari tingkah laku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya reinforcement sekalipun yang diterima.  Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model.
Belajar adalah aktifitas yang tidak kenal waktu, tempat, dan usia. Belajar adalah sesuatu yang dapat memenuhi pikiran kita, membuka mata dan hati kita yang kemudian berlanjut dengan meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model. Belajar bukan hanya membaca buku. Dari lingkungan, kita juga bisa menemukan model, di ruang kerja misalnya kita bisa mengamati bagaimana individu pegawai menghargai pekerjaan melalui cara dia menyelesaikan tugas tanggungjawabnya. Mulai dari yang serius, sampai kepada yang asal-asalan. Mengamati perilaku orang-orang dan mencontohnya juga merupakan proses belajar.  Kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri kita.  Dari sana akan muncul role model yang mengajarkan hal-hal yang baik dan juga yang mengajarkan yang tidak baik.  Karena belajar adalah “aku mendapati sesuatu nilai (value) dari mu”.  Maka disadari atau tidak, sebagai bagian dari sebuah komunitas, perilaku komunitas akan berpengaruh juga pada pribadi kita. Sebagaimana ungkapan bijak bila kita tinggal dengan  penjual minyak wangi maka kita akan tercium wangi, ketika bergaul dengan pedagang ikan kitapun akan tercium bau amis. Oleh karena itu “berdekat-dekatlah” pada orang-orang yang berakhlak baik niscaya kita akan memperoleh “aura” kebaikannya juga.
Terhampar di muka bumi ini tidak sedikit individu yang bisa dijadikan sebagai  model. Kisah sukses yang syarat dengan perjuangan, pengorbanan, kesetiakawanan, semangat pantang menyerah dimana bagian tertentu dari perjalanan hidupnya itu dapat ditiru dan dijadikan model.  Maka tidak harus “orang besar”, bisa jadi individu yang mungkin selama ini tidak pernah diperhitungkan dapat dijadikan sebagai model karena sangat inspiratif. 

Bagi seorang pemimpin idealnya adalah sosok yang cara bersosialita, cara komunikasi dan kemampuan sinkronisasi irama kerja  dengan urusan pribadi dapat dijadikan contoh  bagi  komunitasnya. Namun kenyataannya pemimpin bukanlah sosok yang bisa ditiru segala aspek manajemennya terlebih lagi aspek kehidupan pribadinya.  Dalam perjalanan hidupnya ada sisi positif sekaligus negatifnya. Sehingga bagi mereka yang merindukan model  yang ideal maka sangat patut disarankan untuk  belajar dan meniru super model  yang sempurna sekaligus teladan bagi umat manusia sepanjang masa beliau adalah Rasulullah SAW. (SS)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2012-02

Mahalnya Koordinasi


Mahalnya Koordinasi *

Pertandingan basket profesional merupakan tontonan mengasyikan sekaligus mendebarkan. Saat berlaga di arena, para pemain sangat faham posisi dan keputusan yang harus diambil apakah akan mendreble ataukah akan mengoper bola ke teman atau bahkan akan “terbang melayang” langsung memasukkannya ke keranjang melewati halangan lawan. Mereka mengerti betul aturan main dan tujuan yang hendak dicapai. Mereka itu adalah kumpulan orang-orang telatih yang mengedepankan arti koordinasi, karena bola tidak boleh berlama-lama diam dibawa sendiri, fokus pada satu tujuan memasukkan bola ke keranjang mencetak skor sebanyak mungkin dalam durasi waktu yang ditetapkan.  Maka patut disimak ucapan Kareem Abdul-Jabbar sebelumnya bernana Ferdinand Lewis Alcindor,Jr pebasket profesional Los Angeles Lakers pencetak angka tertinggi sepanjang masa NBA,  One man can be a crucial ingredient on a team, but one man cannot make a team."  

Dari dunia olahraga konon terminologi Teamwork dipinjam, dan digunakan di berbagai aktifitas sosial serta kehidupan profesional. Teamwork difinisikan sebagai sebuah kerja bersama secara kooperatif dan produktif.  Teamwork  yang efektif tidak muncul dengan sendirinya akan tetapi dari proses yang panjang.  Sebuah prestasi tingkat tinggi  diperoleh ketika tim berkomitmen untuk tugas dan tujuan besar. Mampukah kumpulan orang-orang hebat mencapai prestasi gemilang tanpa koordinasi yang baik ? Bukankah sudah sering kita dengar, banyak orang-orang dengan skill dan talenta hebat yang karena lemahnya koordinasi, alih-alih prestasi yang diraih tapi malah  cibiran sepanjang hari. Teamwork bukan sekedar gabungan dari orang-orang yang hebat, namun gabungan dari orang-orang “hebat” dengan koordinasi yang hebat dan diarahkan oleh pemimpin yang “hebat” pula.  Dimana koordinasi yang hebat tercipta karena adanya rasa saling percaya yang mendalam yang dicari dan dikembangkan melalui sarana formal dan informal yang efektif, mempertebal hubungan baik yang produktif antar sesama anggota tim disertai juga dengan komunikasi yang baik.  Anggota tim yang hebat adalah individu-individu yang selalu menuntaskan tanggung jawabnya, berada di dalam kepemimpinan yang mampu memadukan hal-hal positif yang dimiliki anggotanya  untuk mencapai target yang jika dikoordinasikan menjadi prestasi yang besar. Perhatian koordinasi ditujukan pada anggota tim yang “lemah” karena disini sejatinya letak kekuatan tim jka pemimpin berhasil mengelola kelemahan anggotanya dan merubah menjadi potensi yang unik.

Teamwork merupakan sebuah bangunan multidimensi di sana ada skill, talenta, integritas, keterkaitan tugas, peran dan pembagian tanggungjawab yang jelas komunikasi yang intensif, strategi adaptif yang membantu merespon perubahan dibungkus dengan koordinasi antar anggota,  Maka jangan pernah bermimpi mempunyai tim kerja yang hebat jikalau ada anggota tim bertindak semau sendiri karena talentanya merasa melebihi yang lain. Memang kehadiran orang hebat di dalam tim sangatlah dinantikan, namun menggantungkan harapan hanya pada satu orang hebat tidak menjamin terwujudnya tim yang bagus dan berkelanjutan terlebih lagi jika koordinasi tidak hidup di sana. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-10

Seperti Sambal Cabai



Seperti Sambal Cabai *

Bagi kita yang gemar mengkonsumsi masakan  pedas tentunya tidak asing lagi dengan cabai. Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sumatera Barat menemukan bahwa di dalam cabai terkandung zat antioksidan.  Secara alami, zat ini sangat besar peranannya untuk mencegah timbulnya penyakit.  Meskipun sama-sama gemar citarasa masakan pedas, namun bila kondisi pencernaan tidak prima, maka efek dari pedas tersebut akan berbeda pada setiap orang.  Karena itu ada orang sehabis menggigit satu cabai saja sudah berkeringat, terengah-engah kemudian mulas perutnya. Sebaliknya ada juga yang sudah melahap satu cobek sambal cabai masih juga belum terlihat efeknya.

Bila demikian, lantas apa hubungan rasa pedas cabai dengan konflik di kantor ?
Konflik tidak datang tanpa alasan tetapi terjadi dari tension (tegangan) yang terus menerus, terlepas apakah ada real pressure atau tidak.  Jika konflik terlanjur muncul maka memahami bagaimana konflik dikelola akan lebih mudah jika beranalogi dengan bagaimana mengelola pedasnya sambal cabai. Rasa pedas berpotensi mendatangkan semangat dan gairah sekaligus juga berpotensi menimbulkan sakit perut yang berkelanjutan.  Demikian pula dengan daya tahan dan cara pegawai menghadapi konflik di kantor.  Bagi orang-orang tertentu, berkonflik di kantor layaknya seperti memacu adrenalin, seketika rasa pedas berhasil diredam, besok harinya sudah berkonflik lagi. Seakan-akan mereka telah menikmati antioksidan dari cabai dan tidak takut menghadapi pedasnya konflik berikutnya di arena yang berbeda.  Lain halnya dengan mereka yang menyikapi konflik bagai orang yang tidak tahan rasa pedas maka yang terjadi adalah hati panas dan perut panas terasa sakit menyebabkan mulas, pusing dan stress jika dibiarkan akan menyebabkan psikosomatis.  Konflik terbuka maupun tertutup bila tidak terselesaikan dengan baik akan menyebabkan yang bersangkutan menarik diri dari kelompoknya atau tetap bertahan namun tersimpan api dalam sekam, selalu panas dan berpotensi untuk membakar sekelilingnya. Hubungan sosial di dalam kelompok terasa tidak nyaman seperti ada duri di dalam daging.
Apapun tujuan yang ingin dicapai oleh pegawai yang berkonflik, dalam perspektif kepentingan perusahaan, konflik antar pegawai tidaklah memberikan keuntungan apapun.  Pegawai yang gemar berkonflik akan dicap sebagai trouble maker dan pasti mendatangkan masalah bagi kinerja timnya.  Dan konflik yang tidak terselesaikan dengan baik juga akan merugikan banyak pihak. Sehingga secara jangka panjang perusahaan akan menanggung akibatnya.

Performance  perusahaan tidak hanya didukung oleh keahlian dan ketrampilan para pegawainya tetapi juga kekompakan dan saling menghargai antar mereka.  Di sisi lain hampir tidak mungkin konflik di kantor dihapuskan, namun bukan berarti tidak bisa dihindari asalkan para pegawai memiliki tingkat kedewasaan, sikap fleksibel menghadapi permasalahan dan para supervisor mampu mendetekti potensi konflik kemudian menanggulangi secara bijak. Maka pedasnya konflik di kantor akan menjadi penyemangat bekerja yang tidak sampai menjadi penyakit. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-09

The Power of Trust & Belief


The Power of Trust & Belief *

Perintah berpuasa adalah perintah yang dalam pelaksanaannya kental dengan unsur trust dan belief.  Bagaimana mungkin seseorang mau melaksanakan perintah ini bila tidak ada trust  terhadap Sang Pemberi perintah.  Dan bagaimana pula manusia akan mampu melaksanakan dengan baik  jika tidak memiliki belief  terhadap kandungan, manfaat sekaligus konseksuensinya.  Dari dua unsur penting tersebut akan mendorong terbentuknya kepatuhan pada perintah dan menjauhi larangan, kedisiplinan, komitmen, pengendalian diri serta empati kepekaan sosial dan memperbesar integritas terhadap cita-cita.  Pada akhirnya akan lahir individu-individu yang tangguh menghadapi segala “medan” dan “cuaca”. Oleh karena itulah trust dan belief menjadi gerbang menuju ke sebuah pengertian yang mendalam akan hakekat perintah berpuasa.   Jika benar demikian, mengapa sebuah perintah tidak dipatuhi meskipun sudah disebutkan reward dan punishmentnya ? Bisa jadi karena kita sudah merasa nyaman dengan situasi sekarang ini yang mana pada saat tidak berpuasa tidak ada larangan untuk makan, minum di sepanjang hari, kemudian datang pengumuman yang mengatur waktu kapan boleh makan minum, datang larangan tidak boleh ini tidak boleh itu. Maka bila tidak memiliki trust dan belief yang kuat instruksi tersebut pasti akan diabaikan, diremehkan bahkan dilecehkan konsekuensinya.

Hakekat pentingnya trust dan belief  dalam perintah berpuasa jika diimplementasikan ke dalam arena profesional sangatlah korelatif.  Tatkala para profesional menerima perintah maka derajat rasa percaya dan yakin akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas.  Perintah apapun yang  dilaksanakan dengan landasan trust dan belief  yang tipis maka hasilnya adalah asal-asalan dan jika hal ini terus menerus terjadi maka tugas-tugas yang dihadapi berubah menjadi rutinitas yang membosankan. Lain halnya jika perintah diselesaikan dengan rasa trust dan belief yang tinggi pastilah kiranya akan memancar sikap-sikap positif dalam segala aspek perilaku keseharian.

Kita bisa mengamati bagaimana pola pikir, pola kerja dan karakter rekan-rekan kita yang saat ini berhasil dalam karirnya. Mereka itu adalah individu-individu yang memiliki trust dan belief yang tinggi, komit pada cita-cita yang ingin dicapai, selalu “berpuasa” menahan diri untuk tidak cepat puas, bersabar menyikapi kesulitan, selalu persisten dan menyeleraskan goals pribadi dengan misi perusahaan serta senantiasa menjaga integritas diri.  Mereka menyibukan diri mencari cara-cara terbaik untuk mengeksekusi rencana aksinya, memperhatikan tenggat waktu, menjaga tatakrama komunikasi dan kualitas kerja. Sementara yang lainnya asyik masyuk dengan pergunjingan,  selalu ragu mempertanyakan kenapa harus saya yang disuruh, buat apa sih begini saja dipermasalahkan, tidak bersegera menyelesaikan tugas, mencari alasan untuk menunda, menilai prestasi orang lain dengan kacamata pribadinya sendiri. 

Tingginya trust dan belief ini terlihat di dalam irama kerja dan terdeteksi dari kualitas pekerjaan.  Jikalau kita melaksanakan perintah dengan bekal trust dan belief seadanya maka yang akan didapat adalah seadanya pula. Kualitas kerja seadanya, prestasi seadanya, karir seadanya dan akhirnya kompensasi yang diterima juga seadanya.  Demikian juga dengan berpuasa yang akan didapat hanyalah rasa haus dan lapar tanpa memperoleh faedah maksimal dari  puasa.  Oleh karena itu trust dan belief merupakan satu kesatuan sekaligus faktor penting tercapainya secara maksimal sebuah perintah.  
Meskipun puasa ramadhan tahun ini telah usai, namun sejatinya “berpuasa” sepanjang waktu tetap diperlukan, karena tanpa disadari di dalam jiwa-jiwa yang “selalu” berpuasa itu akan terbentuk early warning system yang akan selalu menjaga dan mengingatkannya betapa penting makna komitmen, kejujuran, disiplin, empati, selalu menyempurkan pekerjaannya  sepenuh hati, menjaga kualitas kerja tidak tergantung pengawasan supervisor karena mereka meyakini ada yang selalu memantau semua gerak gerik hati dan perilakunya, Dia adalah Sang Maha Penilai, Sang Maha Adil, Sang Maha Berkehendak, Sang Maha Pemberi tuhan semesta alam. Taqabbalallahu Minna wa Minkum, Mohon maaf lahir batin. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-08

Berbuah atau Mati



Berbuah atau Mati *

Konon menurut teori evolusi, spesies yang hidup sekarang ini berasal dari spesies yang hidup di masa-masa yang silam. Mereka berevolusi melalui seleksi alam. Jadi jika pada zaman dulu ada spesies tertentu dan sekarang spesies tersebut tidak ada lagi, maka spesies tersebut telah punah dan proses kepunahan ini disebut sebagai evolusi regresif. Lain halnya dengan Jerapah yang kita saksikan sekarang ini, merupakan spesies hasil evolusi progresif dari binatang sejenis yang berleher pendek, karena alam “memaksa”nya dimana dahan pepohonan semakin tinggi, maka secara berangsur menjadi panjang lehernya, sehingga tetap mampu bertahan hidup hingga saat ini. Proses evolusi memaksa makhluk hidup untuk berubah, mempertahankan eksistensinya.

Tanpa kita sadari bahwa proses pertumbuhan manusia juga mengikuti proses evolusi, siapapun dia orangnya apabila survive dan lulus “seleksi alam” maka dia akan menjadi manusia-manusia yang sukses. Demikian juga di dunia kerja, hanya mereka yang mampu beradaptasi dengan dunianya yang bakal survive dan berbuah, namun sebaliknya bagi yang gagal menempatkan dirinya akan terpinggirkan dan mati. Seseorang mencapai sukses dan jago di lingkungan kerja adalah bila mengembangkan kemampuan adaptasi yang dibangun dengan tiga pilar utama yaitu penguasaan atas pengetahuan pekerjaan, ketrampilan melaksanakan tugas kewajiban dan sikap perilaku positif terhadap pekerjaan yang menimbulkan semangat serta antusiasme dalam bekerja. Ketiga pilar tersebut menyatu dan terpancar ke dalam performa kerja. Dan karena kita berada di sistem organisasi pekerjaan maka performa kerja kita akan mempengaruhi performa unit kerja atau tim kerja secara keseluruhan.  

Untuk menjadi juara di bidang tertentu, kita harus memperkuat pilar-pilar tersebut. Pengetahuan dan keterampilan menentukan tingkat keahlian, dan spesialisasi bidang pekerjaan. Kualitas pilar ini dapat ditingkatkan melalui serangkaian program pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan konsisten. Patut dicatat bahwa mencapai sukses dalam karir bukan hanya tentang penguasaan pengetahuan dan tingginya ketrampilan, tetapi  sikap dan cara kita menyikapi pekerjaan menjadi pilar penting.

Sudah menjadi kenyataan bahwa kita tidak bisa melihat sikap kerja kita sendiri tetapi orang-orang lainlah yang bisa merasakannya. Mereka bisa merasakan bagaimana kita menyikapi pekerjaan. Dan ketika kita tidak sepenuh hati melaksanakan tugas, orang lainpun akan bisa merasakan. Karena sikap-sikap positif dan negatif di tempat kerja merupakan tranfer dari perasaan 'bawah sadar' kita.  Sikap positif setiap pegawai di tempat kerja diantaranya yaitu, selalu siap untuk mengulurkan tangan, berebut memberikan solusi ketika krisis menjulang, tidak melihat kolega sebagai pesaing.

Kita bukanlah seperti batu kali yang diam di tempat tetapi kita harus menjadi driver atas karir bagi diri kita sendiri. Selalu berevolusi dengan proses evolusi progresif yaitu berproses mengembangkan diri dan berlangsung sepanjang waktu menjadi pribadi-pribadi yang dinamis dan bermanfaat. Laksana pohon akarnya menghujam ke tanah tumbuh dengan batang yang kokoh dahannya rindang, selalu berbuah tak kenal musim sehingga tidak sempat layu kemudian mati sebelum berkembang (ss)


*Pernah dimuat di "Otsormedia"-Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-07

Generasi Kerupuk Apa Hebatnya



Generasi Kerupuk Apa Hebatnya  *

Sungguh lucu kalau kita tidak mengenal kerupuk.  Hampir di setiap santap makan kita, tak pernah absen dari kehadiran kerupuk sebagai teman lauk santap makan.  Kehadirannya tidak mengenal musim. Musim hujan, musim kemarau kerupuk selalu ada dan di setiap daerah memiliki ciri khas kerupuknya.  Kerupuk yang membanjiri kota-kota besar diproduksi oleh industri rumah tangga yang kadangkala dikelola di gang-gang sempit. Dia hadir di warteg-warteg sampai di meja makan cafe dan restoran bintang lima. Rasanya makanan terasa kurang lengkap tanpa adanya bunyi renyahnya kerupuk bertumbu dengan gerigi kita seperti bunyi “perkusi” sebuah pagelaran musik.

Kerupuk hadir di meja makan, atas sebuah proses pembentukan, pencetakan, pengeringan dan penggorengan. Berasal dari barang setengah jadi yang terlalu kecil ukurannya kemudian berkembang melebihi berkali-kali ukuran sebelumnya. Kegurihan dan kerenyahan tergantung dari bahan baku dan kepiawaian pembuatnya. Kerupuk akan tetap tahan lama dan masih “kriuk – kriuk” tidak tengik jika kualitas produksi dan cara penyimpanannya diperhatikan dengan seksama. Kita ini tinggal di wilayah dimana kelembaman udara yang tinggi yang membuat krupuk mudah  melempem.

Generasi tangguh adalah generasi yang jauh melebihi kerupuk, tidak melempem, bukan pengekor meskipun cuaca berubah, bukan pula generasi santai. Generasi tetap renyah melakukan kebaikan, keteladanan, ketangguhan, amanah dalam segala situasi kehidupan yang naik turun yang sering menggoda dan mempengaruhi.  Yaitu generasi yang dinanti-nanti dimanapun mereka berada.  Generasi yang memiliki nilai tinggi dimana kehadirannya bukan sekedar pelengkap “santap makan”.  Generasi yang mampu mengembangkan diri tanpa harus menunggu “digoreng”.  Generasi yang tidak membuat tenggorokan sakit karena rasa tengik dari minyak goreng bekas.  Generasi yang tidak tengik karena perbuatan-perbuatan yang tercela. Generasi yang memperhatikan higienis diri dan lingkungannya. Bebas dari cemaran bahan-bahan addictive seperti rokok, korupsi, obat-obatan terlarang. Generasi yang terbentuk dari disiplin tinggi, semangat pantang menyerah, penuh ikhtiar layaknya para pejuang, penuh dengan integritas. Generasi yang bermartabat selalu siap menerima tanggung jawab yang lebih besar untuk naik ke kelas yang lebih tinggi.

Generasi kerupuk ? sesederhana itukah kita masuk dalam golongan generasi ini tanpa memikirkan apa yang sedang terjadi pada lingkungan sekitar, tanpa mempersiapkan kualitas diri, dan hanya menunggu untuk dijadikan sebagai bagian kecil dari proses “penyedap rasa” ? Jangan pernah kita mengatakan kalau kita generasi tangguh  sedang kita hanya duduk-duduk, diam, melewati hari demi hari hanya sebagai penonton,  tanpa ada peningkatan prestasi.  Tentu saja kita bukan generasi kerupuk, kita adalah generasi yang tangguh karena kita punya inisiatif tinggi, punya kekuatan bergerak walau angin bertiup lemah, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai. Ayo kobarkan api  semangatmu, semangat para pemenang.  (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia"- Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-06

Dua Sisi Koin Marah



Dua Sisi Koin Marah *

Tabiat manusia memang beragam berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain maupun saat menghadapi persoalan. Budaya kita terkenal untuk mengajarkan agar kita selalu santun, rendah hati dan bersabar. Implementasinya dalam bentuk tenggang rasa, lapang dada. Bila menjumpai individu marah, atau sekelompok orang marah sebagian kita menilai bahwa yang bersangkutan menjadi anti budaya. Tingkat kesabaran seseorang dalam menghadapi persoalan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian rumit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya emosi amarah yang luar biasa. Ketidak-puasan atau ketidakcocokan terhadap apa yang ada di sekitar bila sampai pada puncaknya perlu diterobos sehingga diperlukan reaksi yang super kuat berupa luapan amarah. Demikian juga perasaan takut gagal menyebabkan perasaan tertekan yang berujung pada kemarahan. Kita merasa lega dengan marah tetapi juga kita merasa menyesal karena telah melampiaskan amarah. 
Sejatinya jika pribadi kita “berkelas” kitapun sudah mampu menangkap sinyal bahwa seseorang sedang marah meskipun orang tersebut tidak mengucapkan kata-kata keras.  Namun sayangnya diakui atau tidak, kita ini sedang hidup dalam masa dan situasi masyarakat yang bernurani ndableg sehingga tidak sanggup menangkap kemarahan jika tidak diungkapkan dengan tindakan-tindakan yang kasat mata. Sehingga perilaku kasar individu menjadi aktifitas yang dianggap biasa dan ini merupakan cikal bakal hilangnya sifat keramahtamahan yang sebelumnya dianggap sebagai ciri mulia bangsa kita.  Ironis memang, tetapi inilah realita yang ada.
Mengendalikan amarah bukan berarti tidak boleh marah dan karena tidak selamanya marah identik dengan hal yang negative yaitu bila marah mempunyai makna mendalam dan tak menyakiti siapapun, bahkan justru kemarahan membangkitkan kesadaran. Karena di tangan orang-orang tertentu, marah akan menjadi energi modal awal untuk sebuah rencana besar menuju suatu perbaikan. Kemarahan yang positif cenderung mencerminkan sikap tegas akan sebuah prinsip dan keputusan, karena biasanya dilakukan sudah melewati dasar pertimbangan yang matang tidak emosional. Hal ini bisa dilakukan oleh pribadi-pribadi yang unggul. Namun jika amarah keluar tanpa kendali maka akan berbalik menjadi sifat yang merusak dan mendatangkan permasalahan-permasalahan baru yaitu masalah di tempat kerja, hubungan pribadi, dan secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Sudah terbayangkan bila seorang pemarah menjadi pemimpin misalnya, maka dia akan diikuti bukan karena kepandaiannya atau kemuliaannya, tapi karena dia ditakuti. Kepemimpinan yang dibentuk atas dasar rasa takut hanya efektif untuk sementara waktu saja, yang berbekas hanyalah sakit hati para pengikutnya.
Kualitas pengendalian amarah tidak tergantung pada usia, gender, pendidikan ataupun status sosial. Semuanya bergantung pada kedekatan seseorang pada Penciptanya. Hadiah bagi siapa yang menahan marah adalah kebaikan di kemudian hari. Karena orang yang yang paling kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan orang lain dengan kekuatannya, tetapi orang yang mampu mengendalikan amarahnya - HR  Bukhari. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-05

Masih Perlukah Membuat Rencana …



Masih perlukah membuat Rencana …*

Sungguh absurd kalau kita berasumsi bahwa apa yang kita dapat hari ini tidak ada kaitannya dengan apa yang telah kita lakukan kemarin.  Laksana hasil panen padi hari ini merupakan jerih payah kerja petani sepanjang waktu sebelumnya.  Petani bekerja dengan rencana, mulai dari pemilihan bibit, penggunaan pupuk, antisipasi perubahan iklim. Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu atas ketercapaian tujuan sekaligus penentu sebelum melakukan sesuatu yang lain.  Perencanaan adalah membuat keputusan sekarang   untuk menciptakan masa depan yang diharapkan atau sasaran yang kita tetapkan. Perencanaan merupakan proses untuk menentukan ke mana harus melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan dengan cara efektif dan efesien.

Pentingnya perencanaan dapat di lihat di dalam Competing for the Future karya Prahalat: masa depan bukanlah sesuatu yang sama dengan masa lampau dan sekarang. Dia menganalogikan seperti strategi membangun gedung semula gedung tersebut belum ada dan hanya sebuah hamparan tanah kosong. Kemudian dengan stategi, seorang arsitek mulai menggambarkannya dengan lengkap dan detail yang muncul dari pemikirannya. Kemudian si arsitek melanjutkan kegiatan untuk mewujudkan impiannya dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki.

Jika demikian halnya apa yang bisa diharapkan dari kita bila ada diantara kita yang tidak memiliki rencana tentang apa yang akan dikerjakan, tidak tahu kapan selesainya apalagi tidak mengerti bagaimana cara mengerjakannya. Orang-orang seperti ini biasanya gampang untuk bosan, malas dan putus asa karena dia tidak tahu mau ke mana dan kapan sampai di tujuan.

Masa depan bukanlah sesuatu yang dibayangkan tetapi sesuatu yang harus dibangun,  oleh karena itu harus direncanakan. Di dalam perencanaan berisi strategi.  Demikian pula dengan kita, masa depan kita harus dibangun dari sekarang. Kita gambarkan dalam sebuah wujud bangunan seperti apa yang kita inginkan. Kemudian diterjemahkan ke dalam cara-cara dan tahapan pencapaiannya.

Namun di sisi lain masih kita jumpai apa yang telah direncanakan ternyata gagal untuk dilaksanakan. Lalu, masih perlukah kita membuat perencanaan ?  Perencanaan sudah barang tentu masih diperlukan karena perencanaan tetap merupakan bagian dari strategi pencapaian tujuan yang vital walaupun proses pelaksanaannya kadang menjadi lebih sulit. Karena perencanaan merupakan jembatan antara masa sekarang dengan masa depan. Perencanaan juga akan menjelaskan tentang kompetensi apa yang diperlukan dan harus dibangun. Perencanaan sekaligus mengidentifikasi tindakan yang harus dilakukan saat ini untuk menghadapi masa depan.  Perencanaan yang dibuat sekarang akan mempengaruhi bangunan yang dihasilkan di masa depan. Karena itu tidak perlu ditunggu lagi buatlah perencanaan yang baik, dan laksanakan rencana itu dengan kesungguhan, niscaya bangunan yang anda impikan akan terwujud. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-02

Resolusi Konflik



Resolusi Konflik *

Saudara sekalian, bila kita berkesempatan untuk membuka-buka kamus Cassel Concise English Dictionary, kita akan menemukan definisi konflik yaitu suatu pertarungan, benturan, pergulatan ide, pertentangan kepentingan, opini-opini, nilai-nilai, perbedaan persepsi atau tujuan, pergulatan mental, penderitaan batin.   Setidaknya ada lima macam konflik dalam organisasi yang bisa dilihat berdasarkan faktor penyebab. Yakni: konflik kepentingan, konflik kepemimpinan, konflik gaya, konflik kepribadian, dan konflik latar belakang.  Konflik yang muncul ke permukaan bukannya datang dengan tiba-tiba, melainkan akumulasi dari meruncingnya perbedaan needs, values, positions, methods, sehingga berbeda di dalam menilai sebuah fakta. Di lingkungan kerja, konflik hampir selalu terjadi dan tidak bisa dihindari. Baik konflik antara atasan dan bawahan, maupun konflik antar individu lainnya.

Saudara sekalian, sesungguhnya ada sebagian dari kita melihat konfilk identik dengan bencana, sebagian lagi melihat konflk merupakan sebuah fase dari proses pendewasaan diri, team, atau organisasi. Apabila kita melihat konflik sebagai bencana maka dalam menyelesaikan konflik tak ada bedanya dengan  kita ingin memadamkan api, ambil air siramkan ke sumber air. Dengan cara itu konflik mungkin berakhir, tapi jangan lupa dampaknya berupa iri, sakit hati, yang membekas seperti luka lama yang jika ada gesekan sedikit saja akan terasa terasaa nyerinya. 
Saudara sekalian, lain halnya bila kita melihat konflik sebagai sebuah fase pendewasaan diri maka yang akan kita lakukan adalah “berkompromi” dengan konflik yaitu menyelesaikannya melalui proses komunikasi dan mengelola aspek emosional kita.  Komunikasi sebagai bagian dari strategi mengelola konflik yang efektif melandaskan diri pada lima hal ialah menghargai orang lain, berempathy, mau mendengarkan, jelas mahsud kita, serta sifat rendah hati.  Dari lima landasan komunikasi tersebut tujuh persennya merupakan komunikai verbal sembilan puluh tiga persenya adalah komunikasi non verbal.  Kemudian dari sisi emosional ada hal-hal yang dilarang dalam mengelola konflik yaitu berkonflik tidak untuk mendapatkan kekuasaan, tidak melarikan diri dari konflik, jangan biarkan konflik membelokan agenda utama kita sehingga kita menjadi tidak fokus , jangan mendramatisir situasi, jangan menakut-nakuti diri dengan sesuatu yang belum tentu terjadi.

Saudara sekalian, mengelola konflik laksana mengelola api agar tidak berkobar-kobar, liar membakar sekelilingnya. Api yang dikelola dengan baik akan bermanfaat memberikan spirit dan mematangkan segala sesuatu yang ada di atasnya.  Demikian juga dengan mengelola konflik bertujuan untuk memberdayakan perbedaan supaya tidak terjadi satu pergesekan yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan organisasi.  Bahkan konflik akan membuat diri bertambah kuat. Lantaran banyaknya permasalahan yang berhasil kita kelola dan pengalaman hidup.  Selain itu, organisasi akan semakin matang jika konflik yang terjadi bisa dikelola dengan baik.  Dengan kedewasaan itu kita akan mampu mengatasi konflik tanpa menimbulkan perselisihan dan permusuhan di lingkungan kita bekerja.


Konflik memiliki aspek positif, yakni bisa menjadi wacana dan pembelajaran.  Konflik justru akan memberi input kepada kita untuk mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan demi kemajuan perusahaan. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-06

Love Your Work



LOVE  YOUR  WORK *

Saudara sekalian, banyak kisah dalam kehidupan karier setiap orang yang bisa kita baca dari buku, kita lihat dari film, hal ini akan menyenangkan bila kita sempat mengetahuinya dan bisa belajar darinya. Memberi inspirasi, motivasi, dan dapat dijadikan sebagai bagian dari sebuah proses pendewasaan diri. Ternyata mencapai keberhasilan dalam pekerjaan tidak selalu mulus, sukses tak selalu diraih dengan mudah.  Dengan memahami hal ini akan membuat kita lebih menghargai pekerjaan.   Tanpa kita sadari ternyata apa yang kita dapat sekarang ini merupakan hasil dari perjalanan langkah kita di hari-hari kemarin. Saat ini kita semua hidup dalam era yang sangat kompetitif.  Jika hari ini kita merasa kurang beruntung di dalam prestasi maka sudah seharusnya kita berkaca diri, menata ulang cara kerja dan cara pandang kita terhadap pekerjaan.  

Saudara sekalian, kualitas sebuah hasil karya mencerminkan seberapa besar cintanya seseorang tehadap pekerjaannya.  Karena di dalamnya terkandung makna tanggung jawab, komitmen, rasa sayang, dan hormat terhadap nilai-nilai aturan kerja serta keikhlasan.  Demikian besar rasa cinta sampai-sampai tidak memperdulikan jarak dan waktu.  Jika ciri-ciri tersebut tidak ada maka hampir bisa dipastikan akan rendah kualitas hasil karyanya.  Karya-karya agung, penemuan-penemuan besar yang berimplikasi terhadap kemanusian dilakukan oleh orang-orang yang mempertaruhkan hidupnya untuk pekerjaan.  Seseorang layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional, semata-mata karena prestasi kerjanya. 

Saudara sekalian, ketika kita mencintai pekerjaan kita dan melakukannya dengan sepenuh hati, kita tidak akan menemukan waktu untuk marah dan mengeluh atas aspek-aspek yang negatif.  Kita akan tetap sibuk di dalamnya dan tidak akan merasa kecewa atau tegang karena monoton pekerjaannya.  Dengan mencintai pekerjaan, kita akan mendapatkan manfaat seperti: produktivitas dan kinerja akan meningkat, nilai diri kita akan meningkat, hubungan dengan kolega membaik, dan kita dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat karena kita melakukannya dengan semangat.  Sehingga sudah sepantasnya kita ingat bahwa  sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lain.  Karena itulah  kemulian manusia  tergantung kepada apa yang dilakukannya. Bukti betapa tinggi nilai bekerja ini tercermin dalam Hadits Rasulullah Muhammad SAW  Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah”.(ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-02

Menakar Diri



Menakar Diri *

Saudara sekalian, ada tiga ungkapan menarik tentang kerja.  Kerja Keras,  Kerja Cerdas dan Kerja Ikhlas. Secara sederhana kerja keras terkait dengan sebuah aktifitas dimana kita mencurahkan tenaga funtuk melaksanakan perintah, dari siapapun perintah itu sepanjang yang memerintahkan itu mampu “memaksa” kita  untuk mau diperintah dengan harapan memperoleh imbalan. Dan kita akui bahwa kerja keras ini biasanya banyak menguras energi sepanjang waktu. Dalam kondisi seperti itu, jika kita berhenti dari pekerjaan kita, maka income pun akan berhenti. Adapun kerja cerdas yaitu melaksanakan perintah dengan cara-cara yang lebih terencana bagaimana pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dalam ukuran waktu yang tepat dan penggunaan sumberdaya yang pas sehingga hasil yang yang didapat lebih maksimal, bukan hanya sekedar “menjalankan” perintah.  Tentu saja imbalan  biasanya lebih besar dari imbalan kerja keras.

Sedangkan kerja ikhlas adalah melaksanakan perintah tugas ataupun kewajiban yang dilandasi  ketulusan yang merupakan satu kualitas yang paling signifikan dari mereka yang paling setia kepada yang Maha Kuasa.  Sehingga dengan bekerja ikhlas imbalan yang didapat adalah ketenangan jiwa karena segala upaya dan pelaksanaan tugas telah diselesaikan semata-mata karena rasa dekat dan patuh kepada Sang Pencipta.  Jauh dari pertunjukan dan kesombongan dalam kesatuan niat dan perilaku.  Sehingga sepanjang hari berisi dengan semangat dan kegembiraan hati. Membiarkan imbalan mengikutinya.

Saudara sekalian, otot manusia hanya akan tumbuh lebih besar apabila dilatih mengangkat beban  yang lebih besar pula, beban yang kecil tidak akan membuat otot manusia berkembang maksimal, ini sama halnya dengan perjalanan karir kita. Kita akan mendapat wewenang yang besar jika kita terlatih menyelesaikan “pekerjaan” yang besar.  Jika demikian halnya, lantas bagaimana saya bekerja selama ini ?

Saudara sekalian, tidaklah terlalu sulit untuk menilai apakah kita  telah bekerja keras, atau bekerja dengan cerdas ataukah kita sudah bekerja dengan  ikhlas.  Untuk itu perhatikan saja apa reaksi kita terhadap imbalan yang kita terima, atau bagaimana kita menyikapi keberhasilan orang-orang di sekitar kita. Cemburukah kita atau bangga?  Maka kita akan segera tahu termasuk golongan mana kita bekerja.  Kita telah berprasangka bahwa jerih payah yang telah kita korbankan untuk perusahaan ternyata tidak memperoleh imbalan sesuai harapan. Bila kita tetap bekerja seperti ini bisa dipastikan reaksi seperti ini akan muncul lagi dan muncul lagi meskipun kita telah berpindah dari satu tempat kerja ke yang lainnya.

Saudara sekalian, ketiga macam ungkapan kerja di atas bukanlah sebuah rangkaian tahapan kerja karena ikhlas adalah ruh dari semua kegiatan kita, maka dari awal bekerja niatkan aktifitas kita untuk beribadah kepadaNya niscaya kita akan menemukan banyak cara dan yang akan kita dapat bukan hanya imbalan materi tetapi juga ketenangan diri. Semoga.(ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-01

Berubah dan Berkembanglah



Berubah dan Berkembanglah *

Saudara sekalian, apakah anda masih ingat hari-hari yang anda lalui ?  Jika anda lupa, anda tidak sendirian, karena hanya sedikit orang yang “mampu” mengingat dengan rinci bagaimana mereka menjalani hidup ini.  Pada umumnya peristiwa yang “luar biasa” saja yang masih mudah untuk diingat.  Bila kita renungkan maka sadarlah kita bahwa sesungguhnya aneka peristiwa yang menimpa kita akan berujung pada kegembiraan atau kesedihan.  Dan ini  terus berlangsung dari waktu ke waktu.  Apakah kita bisa memastikan bahwa akhir dari semua peristiwa  akan berujung pada kegembiraan atau kesedihan ? Tidak ada yang tahu apa yang bakal terjadi esok hari, dan itu merupakan rahasia Yang Maha Kuasa.  Oleh karena itu bersyukur, bersabar dan tak kenal putus asa itulah  kata kunci di dalam menyikapi hasil perubahan. 

Saudara sekalian, proses kehidupan melibatkan tiga dimensi waktu yaitu: dimensi masalalu, dimensi masa kini dan dimensi masa yang akan datang. Kita hanya mampu berada di demensi masa kini, dan kita tidak mungkin mampu menghentikan waktu, sehingga masa kini akan berubah menjadi masa lalu,  artinya bahwa kehidupan ini tidaklah statis. Perubahan adalah sesuatu yang misterius berlangsung terus menerus, ada kalanya dibenci, menimbulkan ketakukan dan kepanikan, perlu pengorbanan tapi ada juga yang menanti-nanti datangnya perubahan, melihat sebagai sebuah harapan.   Hari  esok kita berharap lebih baik dari hari ini karena kita memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan. 

Saudara sekalian, perubahan adalah bukti kehidupan. Tapi, kenapa kita sering menolaknya ? John Maxwell mencatat sebab-sebab manusia menolak perubahan yaitu : merasa puas dengan kondisi sekarang, perubahan bukan datang dari diri kita, mengganggu rutinitas, takut sesuatu yang baru, takut gagal, perubahan menuntut pengorbanan yang besar, perubahan berarti kehilangan, perubahan menuntut tambahan komitmen, pemimpin yang tidak berintegritas, berpikir sempit dan terperangkap dalam tradisi.  Jika memang demikian apakah perubahan itu perlu ?

Saudara sekalian, perubahan itu bukan pilihan mau atau tidak, perubahan adalah sebuah keharusan hukum alam dan berubah itu pasti.  Jika tidak berubah, maka akan diubah. Jadi yang perlu dimiliki  adalah kemampuan bisa hidup dan berkembang di dalam perubahan yang berarti harus punya kemampuan untuk bisa beradaptasi terhadap perubahan.  Untuk itu ada enam strategi agar sukses dalam menghadapi perubahan yaitu: punya mimpi besar, senang bereksplorasi, senantiasa berorientasi pada hasil, menyadari bahwa pada setiap tahap awal pasti sulit, tata kembali keyakinan anda terhadap komitmen, pikirkan kembali tentang arti dunia,

Saudara sekalian, andai esok kita bisa melihat saat matahari terbenam Kamis 31 Desember 2009, dan kita bisa melihat saat matahari terbit satu Januari dua ribu sepuluh. Maka pandai-pandailah beradaptasi terhadap perubahan agar anda tidak tergilas oleh perubahan.  Selamat tahun baru 2010, selamat menyongsong perubahan dan berkembanglah.(ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2009-12

Semangat Metamorphosis



Semangat  Metamorphosis *

Saudara sekalian, kisah ulat dan kupu-kupu demikian juga kisah lebah dan madu sering kita dengar. Ulat dengan bentuk yang menjijikan menjadi kupu-kupu yang elok mempesona, dua mahluk  berbeda rupa memang, namun sesungguhnya merupakan bagian dari sebuah proses kehidupan. Demikian juga dengan lebah dan semua aktifitas hidupnya mulai dari makananya, tempat tinggalnya, cara pembagian kerja, sampai dengan hasil karyanya – madu yang konon sebagai obat yang mujarab.  Demikianlah Allah SWT memberikan contoh perikehidupan binatang bagi manusia yang berfikir sekaligus merupakan pelajaran hidup yang sangat berharga, dan bukti keagungan Tuhan semesta alam. Wauwahualam bi sawab.
Kupu-kupu mengagumkan bukan hanya warnanya yang indah, melainkan juga karena perjalanan yang harus ditempuhnya untuk menjadi indah. Sebuah perubahan menuju kebaikan, keindahan dan kebajikan tidak datang dengan sendirinya tetapi diperoleh dengan kerja keras, dan menahan diri dari keinginan untuk menguasai sesuatu yang bukan haknya serta nafsu menguasai dengan cara-cara yang tidak syah.

Saudara sekalian, puasa Ramadhan telah kita jalani, bulan “penjara” bagi para pelakunya. Yaitu memenjarakan sifat buruk manusia: rakus, serakah, ingin menang sendiri, tidak peduli pada sesama. Sekaligus “surga” bagi sifat baik manusia, karena kita meyakini janji Allah akan balasan yang berlipatganda atas perbuatan baik di bulan ini dibanding dengan bulan-bulan yang lain. Penjara ramadhan ibarat serat-serat sutera yang melilit tubuh seekor ulat agar bertahan didalamnya dalam kondisi puasa, ulat pasrah tidak mementingkan apa-apa kecuali hanya mengharap ridhoNya. Keluar dari “penjara” sutera, ulat menjadi kupu-kupu yang indah segala keburukan yang melekat didirinya sirna. Sebuah perubahan yang sangat luar biasa. Dan bagi  manusia, sukses dari “penjara” ramadhan seakan terlahir kembali menjadi manusia yang fitri, suci untuk melaksanakan tugas sebagai wakilNYA di dunia ini.
Kita berharap bahwa fadilah ramadhan senantiasa melekat di setiap langkah kita melaksanakan peran dan tanggung jawab masing-masing di setiap posisi dan jabatan kita dimanapun kita ditempatkan, semua aktifitas fokus pada pencarian ridhoNYA. Menghasilkan karya-karya indah yang bermanfaat bagi perkembangan diri kita dan orang lain layaknya lebah yang menghasilkan madu.

Saudara sekalian, perjalanan masih panjang, proses berkembang sedang berlangsung, kesempatan maju terbuka luas, gunakan contoh-contoh yang telah Allah berikan melalui ciptaanNYA. Marilah kita jadikan hikmah ramadhan tahun ini sebagai bekal yang kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju cita-cita memperbaiki diri sampai bertemu dengan ramadhan berikutnya. Insyaallah. Dan kami dari jajaran komisaris, manajemen Fanimas dan Otsorsindo mengajak kita semua untuk bermetamorphosis dan merayakan Iedul Fitri 1430 H dengan kejernihan hati, kebeningan jiwa, dan tekad bulat untuk maju bersama,  teriring doa Taqaballahu minna wa minkum mohon maaf lahir bathin, salam buat keluarga anda semua.(ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2009-08

Jumat, 20 Juli 2012

Menuju Kemerdekaan Diri



Menuju Kemerdekaan Diri *

Saudara sekalian, kecintaan manusia terhadap dirinya, dapat menguasai kepribadian nya, demikianlah pernyataan yang pernah saya baca.  Manusia berubah menjadi tidak merdeka, menjadi budak dari egonya.  Betapa saat ini banyak manusia asyik berjuang memenangkan egonya, setiap hari kita saksikan di media massa, ada politisi, pebisnis, pekerja, pendidik, pelajar, pejabat negara, tokoh masyarakat berjuang memenangkan egonya. Berbagai upaya persaingan untuk memenuhi ego, diantara mereka ada yang memanfaatkan sebagian lainnya dengan menghalalkan segala cara, baik dalam bentuk kolusi, korupsi, nepotisme, pencurian, penipuan, dan lain sebagainya. 

Saudara sekalian, menurut Psikoanalisa Sigmund Freud, Ego merupakan salah satu dari tiga bagian struktur kepribadian manusia.  Dua bagian lainnya yaitu Id dan Superego. Ego bertindak sebagai eksekutor yang memutuskan apakah manusia akan menolak atau menerima, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan sistem kepribadian yang orisinil atau Id.  Superego berperan sebagai filter dari sensor baik-buruk, salah-benar, boleh-tidak yang dilakukan oleh dorongan Ego. Dengan kata lain Superego adalah bagian moral dari kepribadian manusia.

Saudara sekalian, energi psikis egoisme dipastikan akan memunculkan persaingan yang kemudian memunculkan perselisihan demi memenuhi kepentingan yang menjadi ego masing-masing.  Selama tindakan yang telah kita lakukan hanya didasari oleh ego maka akan berisiko hancur menjadi debu dan bisa dipastikan bahwa diri kita sebenarnya belum merdeka.   Diri kita dikuasai dan dijajah oleh ego kita sendiri, karena merdeka bukan berarti bebas mengumbar ego. Merdeka adalah cerdas dalam penguasaan diri, disiplin dan komit pada perbaikan terus-menerus dari semua yang kita lakukan, di semua bidang kehidupan. Bertanggung jawab penuh menuju arah hidup lebih baik.

Saudara sekalian, tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif ego kita. Penguasaan diri dan disiplin diri yang baik bukanlah sebuah tindakan untuk menghukum diri sendiri, dan bukan pula berarti mengontrol siapapun melainkan tindakan  yang dimotivasi karena energi psikis yang kita mililiki diarahkan kepada Superego.  Penguasaan diri dan disiplin yang baik dapat kita raih melalui media puasa karena hakekat puasa adalah menahan diri, mengendalikan id, dan ego kita.  Puasa yang benar akan memperkuat superego kita

Saudara sekalian, mari kita isi kemerdekaan bangsa dan negara kita ini dengan upaya keras memerdekakan diri sendiri dari belenggu Ego kita masing-masing, sekaligus menyambut puasa Ramadhan sebagai media pengasah Superego,  menyaring dan mengendalikan ego, menjadikan kekuatan pribadi kita berkembang dan kemudian secara alami kita akan pandai mengemudikan nasib kita sendiri, sehingga kita menjadi merdeka yang sesungguhnya.  Wallohu a’lam bish showab (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-07