Resolusi
Konflik *
Saudara sekalian, bila kita berkesempatan untuk membuka-buka kamus Cassel Concise English Dictionary, kita akan menemukan definisi konflik yaitu suatu pertarungan, benturan, pergulatan ide, pertentangan kepentingan, opini-opini, nilai-nilai, perbedaan persepsi atau tujuan, pergulatan mental, penderitaan batin. Setidaknya ada lima macam konflik dalam organisasi yang bisa dilihat berdasarkan faktor penyebab. Yakni: konflik kepentingan, konflik kepemimpinan, konflik gaya, konflik kepribadian, dan konflik latar belakang. Konflik yang muncul ke permukaan bukannya datang dengan tiba-tiba, melainkan akumulasi dari meruncingnya perbedaan needs, values, positions, methods, sehingga berbeda di dalam menilai sebuah fakta. Di lingkungan kerja, konflik hampir selalu terjadi dan tidak bisa dihindari. Baik konflik antara atasan dan bawahan, maupun konflik antar individu lainnya.
Saudara sekalian, sesungguhnya ada sebagian dari kita
melihat konfilk identik dengan bencana, sebagian lagi melihat konflk merupakan
sebuah fase dari proses pendewasaan diri, team, atau organisasi. Apabila kita
melihat konflik sebagai bencana maka dalam menyelesaikan konflik tak ada
bedanya dengan kita ingin memadamkan api,
ambil air siramkan ke sumber air. Dengan cara itu konflik mungkin berakhir,
tapi jangan lupa dampaknya berupa iri, sakit hati, yang membekas seperti luka
lama yang jika ada gesekan sedikit saja akan terasa terasaa nyerinya.
Saudara sekalian, lain halnya bila kita melihat konflik
sebagai sebuah fase pendewasaan diri maka yang akan kita lakukan adalah
“berkompromi” dengan konflik yaitu menyelesaikannya melalui proses komunikasi
dan mengelola aspek emosional kita.
Komunikasi sebagai bagian dari strategi mengelola konflik yang efektif
melandaskan diri pada lima hal ialah menghargai orang lain, berempathy, mau
mendengarkan, jelas mahsud kita, serta sifat rendah hati. Dari lima landasan komunikasi tersebut tujuh
persennya merupakan komunikai verbal sembilan puluh tiga persenya adalah
komunikasi non verbal. Kemudian dari
sisi emosional ada hal-hal yang dilarang dalam mengelola konflik yaitu
berkonflik tidak untuk
mendapatkan kekuasaan, tidak melarikan diri dari konflik, jangan biarkan
konflik membelokan agenda utama kita sehingga kita menjadi tidak fokus , jangan
mendramatisir situasi, jangan menakut-nakuti diri dengan sesuatu yang belum
tentu terjadi.
Saudara sekalian, mengelola konflik laksana mengelola api
agar tidak berkobar-kobar, liar membakar sekelilingnya. Api yang dikelola
dengan baik akan bermanfaat memberikan spirit dan mematangkan segala sesuatu
yang ada di atasnya. Demikian juga
dengan mengelola konflik bertujuan untuk memberdayakan perbedaan supaya tidak
terjadi satu pergesekan yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan organisasi.
Bahkan konflik akan membuat diri
bertambah kuat. Lantaran banyaknya permasalahan yang berhasil kita kelola dan
pengalaman hidup. Selain itu, organisasi
akan semakin matang jika konflik yang terjadi bisa dikelola dengan baik. Dengan kedewasaan itu kita akan mampu mengatasi
konflik tanpa menimbulkan perselisihan dan permusuhan di lingkungan kita
bekerja.
Konflik memiliki aspek positif, yakni bisa menjadi wacana
dan pembelajaran. Konflik justru akan
memberi input kepada kita untuk mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan
demi kemajuan perusahaan. (ss)
*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-06
*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar