Rabu, 25 Juli 2012

Resolusi Konflik



Resolusi Konflik *

Saudara sekalian, bila kita berkesempatan untuk membuka-buka kamus Cassel Concise English Dictionary, kita akan menemukan definisi konflik yaitu suatu pertarungan, benturan, pergulatan ide, pertentangan kepentingan, opini-opini, nilai-nilai, perbedaan persepsi atau tujuan, pergulatan mental, penderitaan batin.   Setidaknya ada lima macam konflik dalam organisasi yang bisa dilihat berdasarkan faktor penyebab. Yakni: konflik kepentingan, konflik kepemimpinan, konflik gaya, konflik kepribadian, dan konflik latar belakang.  Konflik yang muncul ke permukaan bukannya datang dengan tiba-tiba, melainkan akumulasi dari meruncingnya perbedaan needs, values, positions, methods, sehingga berbeda di dalam menilai sebuah fakta. Di lingkungan kerja, konflik hampir selalu terjadi dan tidak bisa dihindari. Baik konflik antara atasan dan bawahan, maupun konflik antar individu lainnya.

Saudara sekalian, sesungguhnya ada sebagian dari kita melihat konfilk identik dengan bencana, sebagian lagi melihat konflk merupakan sebuah fase dari proses pendewasaan diri, team, atau organisasi. Apabila kita melihat konflik sebagai bencana maka dalam menyelesaikan konflik tak ada bedanya dengan  kita ingin memadamkan api, ambil air siramkan ke sumber air. Dengan cara itu konflik mungkin berakhir, tapi jangan lupa dampaknya berupa iri, sakit hati, yang membekas seperti luka lama yang jika ada gesekan sedikit saja akan terasa terasaa nyerinya. 
Saudara sekalian, lain halnya bila kita melihat konflik sebagai sebuah fase pendewasaan diri maka yang akan kita lakukan adalah “berkompromi” dengan konflik yaitu menyelesaikannya melalui proses komunikasi dan mengelola aspek emosional kita.  Komunikasi sebagai bagian dari strategi mengelola konflik yang efektif melandaskan diri pada lima hal ialah menghargai orang lain, berempathy, mau mendengarkan, jelas mahsud kita, serta sifat rendah hati.  Dari lima landasan komunikasi tersebut tujuh persennya merupakan komunikai verbal sembilan puluh tiga persenya adalah komunikasi non verbal.  Kemudian dari sisi emosional ada hal-hal yang dilarang dalam mengelola konflik yaitu berkonflik tidak untuk mendapatkan kekuasaan, tidak melarikan diri dari konflik, jangan biarkan konflik membelokan agenda utama kita sehingga kita menjadi tidak fokus , jangan mendramatisir situasi, jangan menakut-nakuti diri dengan sesuatu yang belum tentu terjadi.

Saudara sekalian, mengelola konflik laksana mengelola api agar tidak berkobar-kobar, liar membakar sekelilingnya. Api yang dikelola dengan baik akan bermanfaat memberikan spirit dan mematangkan segala sesuatu yang ada di atasnya.  Demikian juga dengan mengelola konflik bertujuan untuk memberdayakan perbedaan supaya tidak terjadi satu pergesekan yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan organisasi.  Bahkan konflik akan membuat diri bertambah kuat. Lantaran banyaknya permasalahan yang berhasil kita kelola dan pengalaman hidup.  Selain itu, organisasi akan semakin matang jika konflik yang terjadi bisa dikelola dengan baik.  Dengan kedewasaan itu kita akan mampu mengatasi konflik tanpa menimbulkan perselisihan dan permusuhan di lingkungan kita bekerja.


Konflik memiliki aspek positif, yakni bisa menjadi wacana dan pembelajaran.  Konflik justru akan memberi input kepada kita untuk mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan demi kemajuan perusahaan. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2010-06

Tidak ada komentar:

Posting Komentar