Rabu, 25 Juli 2012

Seperti Sambal Cabai



Seperti Sambal Cabai *

Bagi kita yang gemar mengkonsumsi masakan  pedas tentunya tidak asing lagi dengan cabai. Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sumatera Barat menemukan bahwa di dalam cabai terkandung zat antioksidan.  Secara alami, zat ini sangat besar peranannya untuk mencegah timbulnya penyakit.  Meskipun sama-sama gemar citarasa masakan pedas, namun bila kondisi pencernaan tidak prima, maka efek dari pedas tersebut akan berbeda pada setiap orang.  Karena itu ada orang sehabis menggigit satu cabai saja sudah berkeringat, terengah-engah kemudian mulas perutnya. Sebaliknya ada juga yang sudah melahap satu cobek sambal cabai masih juga belum terlihat efeknya.

Bila demikian, lantas apa hubungan rasa pedas cabai dengan konflik di kantor ?
Konflik tidak datang tanpa alasan tetapi terjadi dari tension (tegangan) yang terus menerus, terlepas apakah ada real pressure atau tidak.  Jika konflik terlanjur muncul maka memahami bagaimana konflik dikelola akan lebih mudah jika beranalogi dengan bagaimana mengelola pedasnya sambal cabai. Rasa pedas berpotensi mendatangkan semangat dan gairah sekaligus juga berpotensi menimbulkan sakit perut yang berkelanjutan.  Demikian pula dengan daya tahan dan cara pegawai menghadapi konflik di kantor.  Bagi orang-orang tertentu, berkonflik di kantor layaknya seperti memacu adrenalin, seketika rasa pedas berhasil diredam, besok harinya sudah berkonflik lagi. Seakan-akan mereka telah menikmati antioksidan dari cabai dan tidak takut menghadapi pedasnya konflik berikutnya di arena yang berbeda.  Lain halnya dengan mereka yang menyikapi konflik bagai orang yang tidak tahan rasa pedas maka yang terjadi adalah hati panas dan perut panas terasa sakit menyebabkan mulas, pusing dan stress jika dibiarkan akan menyebabkan psikosomatis.  Konflik terbuka maupun tertutup bila tidak terselesaikan dengan baik akan menyebabkan yang bersangkutan menarik diri dari kelompoknya atau tetap bertahan namun tersimpan api dalam sekam, selalu panas dan berpotensi untuk membakar sekelilingnya. Hubungan sosial di dalam kelompok terasa tidak nyaman seperti ada duri di dalam daging.
Apapun tujuan yang ingin dicapai oleh pegawai yang berkonflik, dalam perspektif kepentingan perusahaan, konflik antar pegawai tidaklah memberikan keuntungan apapun.  Pegawai yang gemar berkonflik akan dicap sebagai trouble maker dan pasti mendatangkan masalah bagi kinerja timnya.  Dan konflik yang tidak terselesaikan dengan baik juga akan merugikan banyak pihak. Sehingga secara jangka panjang perusahaan akan menanggung akibatnya.

Performance  perusahaan tidak hanya didukung oleh keahlian dan ketrampilan para pegawainya tetapi juga kekompakan dan saling menghargai antar mereka.  Di sisi lain hampir tidak mungkin konflik di kantor dihapuskan, namun bukan berarti tidak bisa dihindari asalkan para pegawai memiliki tingkat kedewasaan, sikap fleksibel menghadapi permasalahan dan para supervisor mampu mendetekti potensi konflik kemudian menanggulangi secara bijak. Maka pedasnya konflik di kantor akan menjadi penyemangat bekerja yang tidak sampai menjadi penyakit. (ss)

*Pernah dimuat di "Otsormedia" - Media Komunikasi Internal Global Outsourcing Service Group Edisi :2011-09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar